WahanaNews.co, Pekan Baru - Hinca Pandjaitan, Anggota Komisi III DPR, menyerahkan dokumen rahasia kepada Kejaksaan Tinggi Riau. Dokumen yang terdiri dari sekitar 400 lembar itu bertujuan untuk mengusut kasus dugaan korupsi di Wilayah Kerja Blok Rokan.
Penyerahan dokumen rahasia dilakukan oleh Hinca Pandjaitan saat berkunjung ke Kota Pekanbaru. Politisi Partai Demokrat tersebut memperlihatkan salinan dokumen rahasia bersampul merah, hitam, dan putih yang telah diserahkan kepada jaksa.
Baca Juga:
Lolos ke Senayan di Pemilu 2024, Hinca Pandjaitan Sampaikan Terimakasih
"Dokumen rahasia bersampul hitam putih dan merah sebanyak 400-an halaman. Ini untuk memudahkan Kejaksaan Tinggi aja karena semua ada di dalam ini," kata Hinca di Pekanbaru, Sabtu (20/7/2024).
Hinca menyebut dalam berkas itu semua bukti-bukti dan juga dugaan korupsi di PT Pertamina Hulu Rokan sudah dituangkan. Menurutnya Kejaksaan Tinggi Riau sudah bisa mendapat banyak petunjuk.
Selain dokumen setebal hampir 10 cm itu, ada juga rangkuman yang telah disiapkan. Di dalam dokumen rangkuman tersebut tertuang nama pihak yang dilaporkan dan diduga ikut terlibat.
Baca Juga:
Hinca Pandjaitan: Pengabdian Luas dan Komitmen Keadilan Menuju Pemilu 2024
Selain pihak PT Pertamina Hulu Rokan atau PHR, Hinca juga minta penyidik Kejaksaan Tinggi Riau memeriksa semua pihak dalam kasus dugaan korupsi geomembran. Tidak terkecuali mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Supardi.
Bukan tanpa alasan, Hinca melihat adanya dugaan pelanggaran hukum terkait proses pendampingan proyek di PHR. Khususnya terkait MoU antara Kejaksaan Tinggi Riau dengan PT PHR saat Supardi masih duduk sebagai Kajati Riau.
"Ini resume lengkap. Kalau penyidik baca ini 15 menit selesai kasus ini, ini hanya bantu kejaksaan supaya cepat kerjaan ini. Laporan yang saya laporkan apa, ini membuka kontak pandora yang selama ada PHR tidak tersentuh APH," kata Hinca.
Hinca menilai kejaksaan merupakan jaksa penuntut umum. Namun atas nama proyek strategis nasional dibuat MoU antara Korps Adhiyaksa dengan PHR dalam pengadaan geomembran untuk limbah.
"Kejaksaan ini menurut UU adalah penuntut umum. Tapi atasnama proyek strategis nasional ada MoU kejaksaan dan PHR, di situlah letak soal ini. Bahkan legal mereka itu jaksa aktif, intelijen harusnya di luar pagar, melihat, mencegah, tetapi justru ini masuk ke rumah, masuk kamar tinggal di situ," kata Hinca.
Hinca mengaku laporan resmi dilayangkan karena Komisi III tempatnya bertugas saat ini juga membidangi kejaksaan. Sehingga politisi asal Sumatera Utara ini ingin terus mengawasi kerja kejaksaan.
"Atasnama proyek strategis nasional disebut jaksa berhak mewakili, kerja di situ. Kalau sudah sempat begitu bahaya itu. Dari surat edaran Mahkamah Agung, jaksa tidak bisa menjadi pengacara negara untuk BUMN, 64 tahun ulang tahun (HUT Adhiyaksa), ayo introfeksi," kata Hinca.
Selain melaporkan ke polisi, Hinca mengaku terus menanyakan perkembangan kasus ke penyidik Kejaksaan Tinggi Riau. Termasuk terkait sudah sejauh mana laporan tersebut diproses penyidik.
"Setelah saya laporkan resmi yang terima itu Kajati. Saya sudah sampaikan Aspidsus dan saya dapat informasi sudah keluar surat perintah untuk melakukan ini dan mulai dipanggil untuk diperiksa. Dengan memberikan dokumen yang cukup harapan ini cepat, serius tidak kejaksaan bongkar ini. Cek saja, benar atau tidak laporan saya ini," kata Hinca.
Terakhir, Hinca mengatakan sudah sejak 2 tahun terakhir melihat persoalan tersebut. Terutama sejak Blok Rokan yang dikelola Chevron dilimpahkan kepada PT HPR dan Kepala Kejaksaan Tinggi dipimpin Supardi.
"Sejak waktu pak Supardi jadi Kajati saya datang, saya sampaikan jaga ini karena ini sesuatu yang besar. Tapi kelihatannya tak bergeming, memang karena dia Jaksa tinggi ya dia yang buat MoU itu. Maka ya kita minta periksa itu, project bagus," kata Hinca.
[Redaktur: Andri Frestana]