WahanaNew.co I Sebanyak 7 orang Pengurus Perkumpulan
Keluarga Besar Perantau Parsingguran II (Kesatupadu), mendatangi Kantor
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK), di Jln. Gatot Subroto,
Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (8/4/2021).
Baca Juga:
Dugaan Kasus Pemerasan Pimpinan KPK, Polisi Periksa Kapolres Semarang
Kesatupadu beranggotakan perantau dan masyarakat yang
tinggal di Desa Parsingguran II, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang
Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara.
Pengurus Kesatupadu dipimpin oleh Ketua Umumnya, Saut
Banjarnahor mengirimkan surat permohonan Pengembalian Tanah yang diserahkan Tahun
1963 dan permohonan revisi Surat Keputusan Nomor 579/Menhut-II/2014, Surat
Keputusan No .682/Menlhk/Setjen/HPL.0/9/2019, dan Surat Keputusan No.
307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020.
Baca Juga:
Puan Maharani Lihat Sinyal, Cepat atau Lambat Bakal Terjadi Reshuffle
Juru bicara Kesatupadu, Noak Banjarnahor kepada media ini
mengatakan menerangkan, Surat Perjanjian Tahun 1963 antara Pemerintah dan Masyarakat Marbun Habinsaran
(Desa Pollung, Desa Ria-ria, Desa Parsingguran I dan Desa Parsingguran II),
lahan Ramba Nalungunan dan sekitarnya yang
berada di lereng Bukit Ulu Darat dihijaukan dengan pohon Pinus
seluas ± 2.500 Ha untuk mencegah kekeringan dan banjir Sungai Sihatunggal,
Sungai Rugi- Rugi dan Sungai Sipultak Hoda.
Karena ketiga sungai tersebut berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat disekitarnya. Permohonan tersebut disetujui dan telah
ditandatangani oleh para tokoh masyarakat sebanyak 15 (lima belas) orang
pada tanggal 15 Oktober 1963.
Bahwa sesuai dengan Surat Perjanjian tahun 1963 point 2 yaitu,
"Bilamana tanah itu tidak diperlukan pemerintah/Dinas Kehutanan lagi, maka
dengan sendirinya tanah itu kembali kepada kami masing �" masing atau
bersama-sama, sedang apa saja yang diusahai/ditanami di atas tanah itu
Pemerintah C.q Dinas Kehutanan boleh mengangkat/mengambil dengan tidak menuntut
apa saja pun sebagai akibat dari pengangkatan/pengambilan itu. Dalam peta
lampiran SK.307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020, lahan tersebut akan dialih
fungsikan menjadi area Ketahanan Pangan.
Selain itu Kesatupadu juga meminta revisi Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 579 Nomor
579/Menhut-II/2014 tentang Hutan Sumatera Utara. SK ini menetapkan sebagian
besar wilayah Desa Parsingguran II berstatus Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
Selanjutnya Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.682/Menlhk/Setjen/HPL.0/9/2019 tentang
Taman Bunga Nasional dan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor SK.307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020, tentang Ketahanan
Pangan.
Dengan terbitnya SK tersebut telah menimbulkan keresahan di
tengah masyarakat Parsingguran II, karena tanah sebagai lahan
pertanian/perkebunan/sumber penghidupan yang telah diusahakan secara turun temurun
dari nenek moyang ratusan tahun yang lalu sebelum negara tercinta ini terbentuk
telah meniadakan penguasaan tanah dan
telah merugikan masyarakat Parsingguran II.
"Pada dasarnya masyarakat Parsingguran II mendukung program
pemerintah baik Taman Bunga Nasional maupun Ketahanan Pangan, tetapi rakyat
harus menjadi tuan di daerahnya sendiri dan semuanya harus terlebih dahulu
dikomunikasikan dengan rakyat Parsingguran II," tegas Noak.
Demi keadilan dan kesejahteraan rakyat
Parsingguran II, Noak berharap supaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
segera memproses dan mengabulkan permohonan mereka yang memohon supaya seluruh
lahan maupun tanah Desa Parsingguran II dibebaskan dari status hutan. (tum)