WahanaNews.co, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto mengatakan akan menerbitkan sertifikat tanah ulayat suku Baduy pada awal 2024.
"Segera, awal 2024 saya datang ke sini juga menyerahkan sertifikat tanah ulayat masyarakat hukum adat Baduy," katanya dalam penyerahan sertifikat redistribusi tanah dan syukuran penyelesaian konflik agraria dan pengakuan hak milik bersama atas tanah petani di Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (27/10/23).
Baca Juga:
Kebangkitan Ekraf di Destinasi Wisata Baduy, Sandi: Tingkatkan Kualitas Desa
Hadi mengungkapkan sertifikat tanah ulayat masyarakat hukum adat Suku Baduy menjadi salah satu sorotan utamanya saat pertama kali ditunjuk sebagai Menteri ATR/Kepala BPN pada 2022.
"Saya takut apabila tidak disertifikatkan, bisa hilang," katanya.
Namun, mantan Panglima TNI itu mengatakan sertifikat tanah ulayat terkendala aturan pemerintah daerah sehingga ia pun meminta Bupati Lebak, Banten, agar segera merevisi aturan yang dapat melindungi tanah masyarakat adat Suku Baduy.
Baca Juga:
Sandiaga Uno: Desa Wisata Saba Budaya Baduy Masuk 50 Besar ADWI 2022
Menteri Hadi menyebut bahwa sertifikat tanah ulayat masyarakat hukum adat harus atas nama komunal sehingga bisa terlindungi dan tidak dengan mudah diperjualbelikan.
Hal itu sebagaimana yang telah diterapkan terhadap tanah ulayat masyarakat adat Minangkabau dan Papua, yang beberapa waktu lalu diserahkan.
"Baru saja saya serahkan sertifikat tanah ulayat masyarakat hukum adat di Minangkabau dan Papua. Saya serahkan secara komunal dan mereka saat ini juga secara otomatis, secara hukum, dilindungi. Tidak akan ada tanah ulayat yang tumpang tindih dengan HGU dan HGB," katanya.
Selain masalah aturan administratif, Menteri Hadi mengungkapkan sertifikasi tanah ulayat juga terkendala asumsi bahwa pemilik tanah ulayat harus membayar pajak. Belum lagi asumsi bahwa tanah yang sudah disertifikatkan nantinya akan bisa dijual pemiliknya.
"Saya jelaskan ya. Selama itu sertifikat tanah adat, tidak ada pajak. Tidak ada pajak. Selama sertifikat tanah adat itu diberikan secara komunal, tidak bisa dijual. Jadi apa yg dikhawatirkan oleh masyarakat, itu tidak terjadi," katanya.
Hadi menambahkan, jika tanah adat yang sudah disertifikatkan terlibat kontrak Hak Guna Usaha (HGU) dengan investor, masyarakat adat berhak atas lahan tersebut setelah kontrak dengan investornya berakhir.
Adapun jika belum disertifikatkan, maka setelah HGU berakhir, status tanah akan kembali ke tangan negara sebagaimana aturan dalam undang-undang.
"Mudah-mudahan sebelum akhir 2023 atau awal 2024 perdanya sudah selesai sehingga kita bisa segera keluarkan sertifikat tanah ulayat masyarakat hukum adat," katanya.
Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan sekitar 5.100 hektare tanah menjadi hak ulayat masyarakat adat Suku Baduy, namun nyatanya kerap ada konflik tanah dengan masyarakat sekitar.
"Semoga wilayah masyarakat Baduy ini bisa masuk program redistribusi sertifikat komunal," katanya.
[Redaktur: Sandy]