WahanaNews.co | Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSU Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, I Gusti Bagus Ketut Oka Parwata, akhirnya
bersuara terkait belum dibayarnya Jasa Pelayanan
(Jaspel) dan insentif para tenaga kesehatan (nakes).
Oka Parwata menjelaskan satu persatu
permasalahan yang dikeluhkan tenaga kesehatan.
Baca Juga:
Pertama, mengenai
jaspel yang belum dibayarkan selama dua bulan, yakni November dan Desember, hal itu memang diakuinya.
"Jaspel memang belum dibayar. Januari
ini target saya sudah dibagikan," ungkap dr Oka Parwata.
Pihaknya belum membagikan jaspel
tenaga kesehatan karena berpotensi melebihi pagu anggaran.
Sebab, sebelumnya, anggaran Covid-19, termasuk belanja sebelum ada refocusing
anggaran, sudah menggunakan anggaran BLUD.
"Pasti Januari ini dibagikan," tegasnya.
Di samping itu, pihaknya akan menggunakan
sistem yang baru mengenai jaspel yang berlandaskan asas keadilan dan manfaat.
"Teman-teman di rumah sakit tidak
sabaran. Padahal, sudah saya sampaikan," terangnya.
Mengenai insentif penanganan Covid-19
bagi tenaga kesehatan, menurutnya, tidak ada pemotongan dari insentif tenaga
kesehatan yang dilakukan manajemen.
Menurutnya, insentif bagi tenaga
kesehatan sudah dibagikan pada masing-masing melalui rekening langsung
penerima.
Nilai insentif setiap tenaga kesehatan
itu berbeda-beda, sesuai dengan profesi dan tugasnya.
"Besarannya tidak sama dengan tim
inti," terangnya.
Ditanya mengenai jumlah insentif yang
diterima hanya sebagian, misalnya dokter hanya menerima Rp 3 juta, dokter yang
menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan ini menjelaskan bahwa pembagian
insentif dibagikan setiap ruangan.
Mengenai pembagian insentif, menurutnya sudah sesuai. Ada tim verifikasi dan
keuangan serta pencatatan sudah jelas.
"Insentif per ruangan
saya kasih. Besarannya, mulai dari dokter spesialis, tim inti, tim susulan, sudah sesuai dengan mekanisme rapat, mulai
besaran dan siapa yang dapat," tegasnya.
Menurutnya, sesuai dengan peraturan Kementerian Kesehatan, yang
dibayar insentif penanganan Covid-19 hanya tenaga medis.
Di antaranya, dokter
umum, dokter spesialis, lalu para medis seperti bidan, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tapi, tenaga lain di rumah sakit, seperti CS, satpam, sopir yang bawa jenazah, dan petugas pemulasaran jenazah yang bekerja ekstra, tidak mendapat insentif.
Karena itu, pihaknya membuat kebijakan, memberikan juga insentif pada tenaga yang tidak tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
Karena itu, insentif penanganan
Covid-19 tenaga kesehatan yang menerima dikumpulkan lagi untuk dibagikan pada
tenaga yang menangani Covid-19 yang tidak mendapat insentif.
"Bukan dipotong untuk apa, tetapi
dibagikan lagi. Ada pembukuan dan pencatatan. Mengenai
pembagian insentif ini juga ada berita acaranya," tegasnya.
Munculnya "keributan" mengenai
insentif tersebut diduga karena ada tenaga kesehatan yang tidak puas dengan
nilai insentif yang diterima, padahal bukan tim inti Covid-19.
"Ada yang tidak puas dengan
besarannya. Padahal seharusnya tidak dapat sudah diberikan juga, (bilang) kok
tidak sama. Saya ajak jadi tim Covid-19 biar dapat full, nggak mau," ujarnya.
Pada intinya, tenaga kesehatan yang
mendapat insentif Covid-19 dikembalikan lagi agar dibagi dengan tenaga lain
yang tidak mendapat insentif.
"Semua sudah ada berita acaranya
(mengenai pembagian insentif). Manajemen jelas nggak dapat,
tapi mereka (tenaga kesehatan) yang dapat. Mereka masih curiga karena informasi
ini tidak nyambung sampai bawah. Kepala ruangan tidak menyampaikan, akhirnya
ramai," ungkapnya.
Mengenai adanya tenaga kesehatan yang
merasa keberatan dengan adanya pembagian insentif pada tenaga lain yang
semestinya tidak dapat insentif, pihaknya meminta untuk menyampaikan keberatan
pada manajemen langsung.
Karena masalah pembagian ini sesuai
hasil rapat. Bukan direktur atau manajemen yang menentukan, tetapi forum rapat.
"Rincian berita acara ada dan sudah
disepakati semua, termasuk staf medis fungsional. Saya tidak berani memutuskan sendiri," tegasnya. [dhn]