WAHANANEWS.CO, Bandung - Gelombang protes kembali menyentak pusat pemerintahan Jawa Barat.
Ratusan pekerja pariwisata dari berbagai kota turun ke jalan menuntut keadilan atas kebijakan larangan study tour yang dinilai telah mematikan mata pencaharian mereka.
Baca Juga:
DPR Desak Evaluasi Tambang Nikel di Raja Ampat: Pariwisata Bisa Hilang
Bukan hanya pelaku industri wisata, dampak kebijakan ini juga dirasakan pelaku UMKM, pengusaha transportasi, hingga para pekerja lepas yang menggantungkan hidup dari sektor pariwisata pendidikan.
Senin (21/7/2025), Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Gedung Sate, Kota Bandung.
Sekitar 50 bus mengangkut para peserta aksi yang menuntut pencabutan larangan kegiatan karyawisata yang diberlakukan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Baca Juga:
Danau Toba Siap Geliat: Dua Event Internasional Tingkatkan Ekonomi Sumut
Koordinator aksi, Herdi Sudardja, menyampaikan bahwa larangan tersebut telah membuat industri pariwisata lumpuh.
Ia menegaskan, pendapatan perusahaan-perusahaan pariwisata anjlok drastis sejak larangan diberlakukan.
"Dari Rp80 juta per bulan (turun) menjadi sekitar Rp30 juta atau sekitar 60 persen. Dengan angka itu, pengusaha tidak bisa untuk membayar cicilan pihak leasing, pihak perbankan," ujarnya.
Herdi menekankan bahwa dampak larangan itu tidak hanya dirasakan pengusaha bus wisata, tetapi juga menjalar hingga ke pelaku UMKM dan ekosistem usaha kecil lain yang selama ini bergantung pada aktivitas wisata pelajar.
Menurutnya, pihaknya telah mencoba menjalin komunikasi dengan pemerintah provinsi. Namun upaya tersebut tak pernah mendapat tanggapan.
"Akhirnya jalan unjuk rasa ini dipilih untuk menyampaikan aspirasinya," kata Herdi.
Ia menyayangkan bahwa kebijakan dikeluarkan tanpa solusi konkret yang dapat menjaga keberlangsungan hidup para pengusaha dan pekerja.
"Pelarangan ini, kebijakan ini dikeluarkan tanpa ada solusi penyelamat, baik bagi para pengusahanya maupun juga para pekerjanya," ucapnya.
Herdi bahkan membandingkan situasi saat ini dengan masa pandemi Covid-19. Menurutnya, kondisi selama pandemi masih lebih baik daripada situasi sekarang.
Ia mengaku hingga saat ini memang belum ada perusahaan bus wisata yang bangkrut. Namun gejala krisis sudah tampak, terutama pada sektor tenaga kerja.
"Pengusaha saya beberapa kali minta tolong jangan ada PHK dulu untuk sektor yang tiga elemen (perusahaan bis, UMKM, pekerja). Tapi yang lay off atau dirumahkan itu dimulai. Itu karena tidak ada pesanan," katanya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]