WahanaNews.co | Kisah seorang mahasiswi tidak mampu yang mati-matian berjuang demi bisa membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), dibagikan melalui utas media sosial di Twitter.
Namun terlepas dari segala upaya, mahasiswa berinisial RNF Purbalingga asal Jawa Tengah itu tak kunjung merasakan keringanan yang diharapkan hingga akhir hayatnya.
Baca Juga:
Didampingi Kemenkes, Ibu Mendiang Dokter Aulia Melapor ke Polda Jateng
RNF adalah mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Kisah tersebut kemudian ditulis oleh seorang teman RNF di akun Twitternya @rgantas.
Rachmad Ganta Semendawai pemilik akun Twitter @rgantas mengatakan RNF merupakan mahasiswa angkatan 2020.
Baca Juga:
Dugaan Pemalakan Senior ke Dokter Aulia PPDS Undip, Bakal Didalami Polda Jateng
"Dia mahasiswi angkatan 2020 yang terkendala UKT, tidak bisa bayar UKT," ujar Rachmad Ganta Semendawai saat dihubungi, melansir Kompas, Jumat (13/01/2023).
Mahasiswi tersebut mempunyai tekad yang kuat untuk melanjutkan studinya ke perguruan tinggi. Tekad itu membawa RNF yang berasal dari desa terpencil di Purbalingga menuju Yogyakarta.
Saat itu, RNF hanya berbekal uang Rp 130 ribu untuk perjalanan naik bus dan uang saku selama seminggu di Yogyakarta.
Orangtua RNF sehari-hari jualan sayur dengan menggunakan gerobak di pinggir jalan. Di saat yang sama, ibunya harus menghidupi RNF dan keempat adiknya yang belum lulus sekolah.
RNF sudah mengisi nominal pendapatan yang sesuai dengan kondisi ekonominya. Tetapi, saat diminta meng-upload beberapa berkas, RNF tidak punya laptop. Sehingga, ia meminjam handphone tetangganya di desa.
Namun, karena handphone tetangganya tidak begitu canggih, akhirnya RNF tidak bisa mengupload berkas-berkas yang diminta. RNF mengira hal itulah yang membuatnya mendapatkan UKT yang tinggi dengan muncul angka Rp 3,14 Juta.
Saat itu RNF sempat akan mengubur keinginannya untuk berkuliah. Namun beruntung, guru-guru di sekolahnya memberikan bantuan untuk RNF. Sehingga RNF resmi menjadi mahasiswi UNY.
"Semester pertama dia dibantu dibayari oleh gurunya," ucapnya.
Ganta melihat, selama kuliah, RNF dikenal sebagai pribadi yang ceria. Hanya saja, setiap mendekati pembayaran UKT, keceriaan itu seakan luntur.
"Di semester kedua, dia praktis hampir tidak bisa bayar lagi," tuturnya.
RNF masih terus berjuang dan berusaha keras agar mampu melanjutkan studinya. Ia mencari beasiswa hingga mengambil kerja paruh waktu.
Sebenarnya di awal perkuliahan RNF sempat bolak balik dari rektorat untuk mengajukan keberatan terkait nominal UKT-nya. Tetapi, dari cerita RNF, saat mengurus keberatan tersebut justru "dilempar" ke sana ke sini.
Tak mampu bayar ojek online
Ganta baru-baru ini mengetahui, jika RNF saat itu bolak-balik ke rektorat selalu jalan kaki dari tempat kosnya di Pogung. Sebab, RNF tidak memiliki cukup uang untuk memesan ojek online.
Melansir Kompas.com, Ganta mengungkapkan, RNF sangatlah berhati-hati dalam menggunakan uang. Salah satu temannya pernah memberinya abon. Dia sangat senang. Selama di kos dia terlihat hanya makan nasi dengan abon yang diberi temannya tadi.
Bahkan pasta gigi, shampo dan mie instan didapatkan dari pemberian temannya.
Demi adik-adik
Salah satu hal yang membuat RNF berusaha kuat ialah ambisinya untuk menjadi sarjana. Agar dirinya dapat membantu orangtua dan masa depan adik-adiknya.
RNF pernah mengungkapkan keinginannya untuk bekerja jika akhirnya tidak bisa melanjutkan kuliah. Ia ingin bekerja agar dapat menguliahkan adik-adiknya dan mewujudkan mimpi adik-adiknya.
Hal itu disampaikan masa pembayaran UKT mendekati deadline.
Ganta pun berusaha menghubungkan RNF dengan salah satu petinggi kampus.
Saat itu, pihak kampus telah meminta beberapa dokumen penting guna membantu penurunan UKT RNF secara langsung.
RNF juga sudah mengisi link pengajuan penurunan UKT yang disediakan kampus. Ironinya, nominal UKT hanya turun kurang lebih Rp 600 ribu.
Di detik-detik akhir, teman-teman, dosen pembimbing akademik dan kepala jurusan membantu patungan. Termasuk Ganta pun turut membantu untuk patungan. RNF menyebut itu sebagai "keajaiban".
Meski begitu, nominal tersebut masih belum cukup dan orangtua RNF masih harus mencari tambahan kekuranganya. Saat itu kondisi sedang pandemi sedang mengamuk.
Akhirnya RNF mencoba untuk meminjam uang. Di babak akhir RNF bisa mengisi KRS dan bisa melanjutkan perkuliahan semester itu.
Namun, pada semester 3, RNF tidak bisa melanjutkan studinya karena tidak mampu membayar UKT. Ganta mendapatkan dua informasi tentang RNF. Ada yang mengatakan RNF menyerah dan ada juga yang menyampaikan cuti.
Meninggal
Namun Ganta lebih percaya jika RNF mengambil cuti kuliah. Sebab, di mata Ganta, RNF merupakan orang yang gigih. Di mana orang gigih tidak akan menyerah.
Pada tanggal 9 Maret 2022 RNF mengembuskan nafas terakhirnya. RNF meninggal bersama mimpi-mimpinya untuk menjadi sarjana demi membantu orang tua dan adik-adiknya.
Selama ini Ganta baru mengetahui jika RNF mengidap hipertensi yang buruk. Ancamanan putus kuliah semakin memperburuk keadaannya. Setelah beberapa waktu tidak kuliah, tiba-tiba muncul kabar RNF sedang kritis di RS. Pembuluh darah di otaknya pecah.
Genta menuturkan, RNF bukanlah satu-satunya kasus soal UKT.
Ada banyak kasus di mana nominal UKT mahasiswa UNY melampaui kapasitas kemampuan ekonomi keluarga.
Terbukti, dari hasil temuan @unybergerak. Di mana dari seribuan mahasiswa yang mengisi angket, sekitar 97 persen keberatan dengan nominal UKT-nya.
"Yang terbaru di UNY, penurunan UKT yang tahun ini diberikan kepada mahasiswa yang orangtuanya meninggal. Akhirnya banyak yang bernasib seperti almarhum kemudian turunnya enggak signifikan," tandasnya.
Poin penting yang ingin disampaikan Ganta adalah UNY mempunyai masalah dalam penetapan UKT bagi mahasiswanya.
RNF, lanjut Ganta, adalah korban dari kejamnya institusi dan sistem pendidikan di negeri ini.
Thread yang ditulis oleh Ganta di akun Twitternya ini juga ditujukan juga untuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim. Sebab Nadiem Makarim pemegang tongkat tertinggi pendidikan di negeri ini.
Menurut Ganta, persoalan UKT ini sudah lama sejak lama. Bahkan sejak sistem UKT muncul sudah ada gelombang penolakan di mana-mana.
"Hampir semua melakukan demonstrasi ke tingkat kampusnya dan akhirnya mental semua. Jadi solusi yang harus ditempuh ya pada tingkat yang lebih tinggi, bukan level rektorat. Pemegang kebijakan tertingginya di Nadiem Makarim," tegasnya.
Tanggapan Rektor UNY
Sementara itu, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Sumaryanto mengatakan, di berbagai tempat sudah menyampaikan dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa yang kesulitan terutama masalah keuangan bisa kirim surat ke rektor.
Tetapi, harus jujur dengan kondisi keuangan keluarganya.
"Kalau tidak bisa membayar kirim surat ke rektor, Insya Allah mesti saya bantu itu komitmennya. Jadi kami tidak ingin, keluarga besar kami tidak selesai studi hanya masalah uang, maka ajukan surat ke rektor. Kalau bukan UNY yang membantu, Sumaryanto secara pribadi," tuturnya.
Sumaryanto menuturkan, ada mekanisme untuk pengajuan penurunan nominal UKT di UNY. Mahasiswa yang bersangkutan, diketahui oleh orangtua, mengajukan ke rektor.
"Diketahui orangtua, juga pimpinan mengajukan ke rektor, bisa penundaan, bisa penurunan, bisa pembebasan. Pasti surat itu saya disposisi mohon untuk dipelajari, nanti jajaran biasanya Pak WR II," bebernya.
Misalkan ada mahasiswa yang masih keberatan, maka bisa didiskusikan. Bahkan, Sumaryanto menyatakan akan menemui mahasiswa tersebut untuk berdiskusi.
"Silahkan komplain kepada rektor, Pak Kami itu nggak kuat kalau diturunkan sekian. Itu pasti saya temui, kuatnya berapa tho Mas? Soalnya kenapa tho Mas? Kenapa tho Mba?" tuturnya, melansir dari Kompas.com.
Sumaryanto mengaku sedih jika ada mahasiswa yang tidak bisa membayar dan bahkan sampai depresi.
Sumaryanto pun akan segera menindaklanjuti terkait informasi yang diunggah di media sosial terkait dengan UKT.
"Kalau kesulitan saya angkat anak asuh itu, kalau kesulitan kos bisa di rumah saya. Saya minta datanya yang itu tadi (RNF), akan saya follow up, akan saya cari datanya. Sedih saya mendapat kabar seperti itu," pungkasnya. [eta]