WahanaNews.co, Tapteng - Rekrutmen Panitia Pemungutan Suara (PPS) Pilkada 2024 yang dilaksanakan KPU Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Provinsi Sumatera Utara, diduga kuat melanggar prinsip-prinsip penyelenggaraan Pemilu. Beberapa nama yang ditetapkan dan dilantik menjadi anggota badan adhoc PPS ditenggarai tidak memenuhi syarat.
Salah satunya FP. Anggota PPS terpilih Kelurahan Sorkam Kanan, Kecamatan Sorkam Barat ini, diduga bukan merupakan warga Kelurahan Sorkam Kanan. FP disebut-sebut berdomisili di Desa Sorkam Kanan, Kecamatan Sorkam Barat. Sesuai aturan, FP tidak memenuhi syarat menjadi Anggota PPS Kelurahan Sorkam Kanan.
Baca Juga:
KPU Kabupaten Rejang Lebong Beri Pelatihan Pemungutan Suara Pilkada Serentak 2024
"Yang kita tau FP itu warga Desa Sorkam Kanan, bukan warga Desa Kelurahan Sorkam Kanan ," ujar Pasaribu, warga Kecamatan Sorkam, Rabu (29/5/2024).
Menurutnya, sesuai Keputusan KPU Nomor 476 Tahun 2022 tentang Pedoman Teknis Pembentukan Badan Adhoc Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota, persyaratan menjadi Anggota PPS terpilih harus berdomisili dalam wilayah kerja badan adhoc penyelenggara pemilu.
Konon lagi, sambung Pasaribu, jumlah pelamar calon anggota PPS Kelurahan Sorkam Kanan
yang mengikuti seleksi hingga tahap akhir berjumlah 4 orang, yang kesemuanya berdomisili di kelurahan tersebut. Empat pelamar yang mengikuti seleksi sudah mencukupi kebutuhan formasi PPS yang dibutuhkan.
Baca Juga:
KPU Bone Bolango Sosialisasikan Pembentukan Pantarlih untuk Pemilihan Bupati Tahun 2024
"Ada empat pelamar dari Kelurahan tersebut yang mengikuti tahapan seleksi. Artinya, tiga dari empat calon dipastikan menjadi anggota PPS terpilih. Tidak boleh kebutuhan PPS di Kelurahan Sorkam Kanan ditransfer dari desa ataupun kelurahan lain," tegasnya.
Menurut Pasaribu, kebijakan transfer Anggota PPS yang terjadi di Kelurahan Sorkam Kanan sangat dipaksakan dan layak untuk dipertanyakan. Ia mencium adanya kepentingan beraroma transaksional dalam kebijakan tersebut.
Walau tidak menuduh, Pasaribu menegaskan, isu transaksional selalu berhembus kencang dalam rekrutmen badan adhoc penyelenggara pemilu. Uang pelicin sudah menjadi kebiasaan untuk mendapatkan sebuah posisi, walau harus melanggar tata cara dan prosedur perekrutan.