WahanaNews.co | Organisasi atau yayasan menjadi sasaran pemberian bantuan hibah dari pemerintah. Tahun ini pemberian dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat ada penilaian mengistimewakan sejumlah yayasan atau organisasi dengan nilai bantuan yang istimewa.
Pemerhati Kebijakan Anggaran Pemerintah sekaligus Kepala Departemen Tata Kelola Urusan Publik (Takeup) Perkumpulan Inisiatif Bandung Nandang Suherman mengatakan, Pemprov Jawa Barat sudah menetapkan anggaran hibah untuk Kota Tasikmalaya senilai Rp 9.852.000.000. Sedangkan untuk Kabupaten Tasikmalaya senilai Rp 82.735.065.000.
Baca Juga:
Upaya Transisi, Pemprov Jabar Luncurkan Forum Energi Daerah
“Sasaran penerima 82 lembaga di Kota Tasik dan 159 lembaga di Kabupaten Tasikmalaya,” terangnya.
Pada dasarnya, pemberian hibah dari pemerintah merupakan hal yang normal, karena itu merupakan salah satu komponen belanja APBD.
Namun, ada yang menurutnya sangat menarik, yakni besaran hibah yang istimewa untuk lembaga-lembaga tertentu. “Ada yang sangat mencolok,” ungkapnya.
Baca Juga:
Pemprov Jabar Kembali Usulkan Subang Utara jadi Daerah Otonomi Baru
Penerima Hibah di Kabupaten Tasikmalaya Fantastis. Di antaranya nama Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Ruzhan yang beralamat di Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dengan hibah senilai Rp 30 Miliar.
Selain itu, ada Pontren Al-Ruzhan dan ada Mesjid Mutmainnah yang memiliki alamat yang sama yakni Jl Raya Banjar RT 23 RW 007 Desa Cilangkap Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya.
“Ketiga Lembaga tersebut beralamat RT, RW Desa dan Kecamatan yang sama. Sungguh sangat istimewa sekali ketiga lembaga tersebut,” ujarnya.
Kendati nama-namanya berbeda, menurutnya, publik bisa langsung menebak nama yayasan tersebut terkait dengan salah satu pejabat di Pemprov Jawa Barat.
“Kesamaan nama, menunjukkan bahwa ada keterkaitan,” terangnya.
Jika mengacu pada regulasi hibah, tujuan dari program tersebut guna menunjang pencapaian sasaran, program, kegiatan, dan sub kegiatan pemerintah daerah. Hal itu tentunya disesuaikan dengan kepentingan daerah.
“Memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, Kabupaten Tasikmalaya masuk kategori daerah dengan 'kemiskinan ekstrem' dan salah satu instrumen untuk pengentasan kemiskinan dengan intervensi anggaran (APBN/APBD).
Dilihat dari aspek keadilan, kepatutan dan rasionalitas sangat tidak relevan karena beberapa dapat hibah miliaran. Sementara sebagian besar di angka ratusan juta bahkan ada yang puluhan juta.
“Padahal kalau dilihat jenis kegiatannya hampir sama yaitu bergerak di pendidikan, bidang keagamaan dan sosial,” katanya.
Jika memang ada perhatian khusus, dia bertanya-tanya akan apa yang menjadi keistimewaan tiga lembaga tersebut. Karena proses budgetingnya tentu melibatkan dinas terkait serta disetujui legislatif.
“Bagaimana proses penentuannya sehingga bisa lolos verifikasi oleh dinas dan mendapat persetujuan DPRD Provinsi Jabar,” katanya.
Hal ini tentunya bikin penasaran dan perlu mendapat penjelasan secara gamblang dari pemerintah provinsi. Karena jika tidak, akan muncul asumsi dan spekulasi negatif dari publik mengenai hal tersebut.
“Jangan sampai publik menilai bahwa APBD hanya untuk kepentingan segelintir elite saja,” katanya.
Jika melihat skema penentuan hibah, ketentuannya yakni usulan hibah kepada kepala daerah dan dilakukan evaluasi dari OPD terkait.
Kepala OPD terkait selanjutnya menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui TAPD.
Setelah itu, TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan daerah.
Rekomendasi itu menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran dalam rancangan KUA dan PPAS sebagaimana dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Maka dari itu, dia berpendapat bahwa hibah untuk tiga lembaga tersebut bertentangan dengan regulasi.
Nandang sempat menyinggung bahwa Kabupaten Tasikmalaya punya pengalaman buruk mengenai program hibah.
“Kita masih ingat bahwa Kabupaten Tasik, masih menyisakan persoalan hukum dengan hibah ini. Dimana terjadi praktik pemotongan hibah oleh orang-orang yang terkait dengan timses politisi dan sekarang masih berproses di ranah peradilan,” katanya.
Untuk mencegah hal serupa terjadi, tentunya perlu ada transparansi dari pemerintah. Supaya program hibah ini berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.
“Siapa penerima, lokasinya di mana, besarannya berapa, harus terpublikasikan secara terbuka,” katanya.
Sedangkan untuk Kota Tasikmalaya, dengan nilai total Rp 9.852.000.000 untuk 42 lembaga memang tidak ada yang mencolok. Namun hal menariknya ada di lembaga atau organisasi yang menjadi penerimanya, karena biasanya penerima merupakan lembaga yang bergerak di pendidikan, keagamaan, sosial dan ekonomi.
“Namun ada 1 lembaga yang dari namanya saja berbeda dengan lainnya yaitu THE POM, beralamat Jalan BKR Kota Tasikmalaya Kecamatan Tawang,” tuturnya.
Bagi sebagian warga Kota Tasikmalaya khususnya aktivis cukup familier dengan The POM yang merupakan singkatan dari The Power of Emak-Emak. Nama ini muncul pada kontestasi Pilpres dan Pileg 2019 lalu.
“The POM ini cukup sebagai lembaga taktis untuk memenangkan kandidat pilpres dan pileg yang berafiliasi ke kandidat presiden dan partai tertentu,” katanya.
Dengan kondisi itu, menilai bahwa bantuan hibah tidak lebih dari jasa politik dari penguasa kepada tim suksesnya di pemilu. Atau bisa jadi pemberian modal untuk orang atau kelompok menghadapi kontestasi politik.
“Karena hasil penelusuran, pentolan lembaga ini akan nyalon juga di DPRD Kota Tasikmalaya,” imbuhnya.
Terkait angka hibah ini, Sekretaris DPP Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) Asep Rizal Asyari juga tidak habis pikir dengan hibah dari Pemprov Jawa Barat. Karena cenderung berpihak kepada yayasan dan organisasi tertentu. “Sangat kental pilih kasihnya,” ucapnya.
Jika memang pemberian hibah ini mengacu pada dukungan politik, dan ini tentunya tidaklah bijaksana. Karena bisa menimbulkan gejolak politik, terlebih mendekati Pemilu 2024.
“Kalau begini ya guru madrasah jelas harus memantapkan sikap untuk tidak memilih petahana,” ujarnya.
Soal kebutuhan, PGM pernah mengajukan bantuan agar di Kota Tasikmalaya terbangun laboratorium madrasah.
Supaya para guru madrasah punya ruang atau fasilitas untuk mengembangkan kreasi dan inovasi.
“Tapi sepertinya keinginan guru madrasah tidak pernah ada realisasi,” katanya. [sdy]