WahanaNews.co, Padang - Gunung Marapi, meskipun sejak lama memiliki status sebagai gunung api yang aktif, tetapi erupsinya kali ini sangat berbeda dan mematikan.
Gunung Marapi termasuk salah satu gunung api yang paling aktif di Pulau Sumatera. Erupsi kali ini tidak dapat diprediksi dan menyebabkan kehilangan nyawa bagi belasan pendaki.
Baca Juga:
Enam Gunung Api Berstatus Siaga dan Awas, Badan Geologi Peringatkan Bahaya Erupsi
"Si Gunung Marapi ini tipe letusannya sudah bisa diprediksi, sebelum 2017, itu tipenya freatik," kata Ruslan Budiarto, pengurus pusat Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia(APGI), mengutip detikTravel, Senin (4/12/2023).
"Yang sekarang mirip freatik, tapi ada wedhus gembel. Letusannya dangkal tapi eksplosif mirip yang di Jogja," dia menambahkan.
Kabar terbaru menyebutkan bahwa sebanyak 11 pendaki tewas akibat terdampak erupsi Gunung Marapi. Adapun, 49 pendaki berhasil diselamatkan.
Baca Juga:
Lewotobi Laki-Laki di NTT Meletus Lagi, BPBD Minta Warga Hindari Radius 3 Kilometer
Kepala Kantor SAR Kota Padang, Sumatera Barat Abdul Malik mengatakan jumlah survivor yang berhasil didata tim gabungan yakni sebanyak 75 orang.
Di mana, 49 orang di antaranya berhasil dievakuasi dengan kondisi selamat.
Beberapa pendaki yang dievakuasi dibawa ke rumah sakit di Kota Bukittinggi dan Kota Padang Panjang untuk mendapatkan perawatan intensif, sementara yang lain sudah kembali ke rumah masing-masing.
Setelah Gunung Marapi meletus, APGI segera melakukan tindakan mitigasi. Mereka langsung menuju lokasi kejadian untuk melakukan penanganan darurat, menyediakan Alat Pelindung Diri (APD), helm, dan masker gas beracun.
Ruslan mengungkapkan bahwa sebagian besar pendaki yang meninggal merupakan pendaki pemula dan tidak menggunakan jasa pemandu.
"Pendaki yang baru atau pemula yang meninggal berusia antara 20 hingga 30 tahun. Identifikasi masih dilakukan karena kondisi mayatnya sangat buruk. Ini merupakan kejadian terbesar dalam sejarah," ujar Ruslan.
"Ia menambahkan bahwa momen kejadian sangat tidak menguntungkan karena terjadi di akhir pekan yang menjadi waktu banyaknya kunjungan. Terlebih lagi, banyak pendaki yang datang tanpa memiliki tiket masuk," tambah Ruslan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]