WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Erini Mutia Yufada hari ini, Senin (25/10/2021).
Erini adalah istri Bupati nonaktif Musi Banyuasin (Muba), Dodi Reza Alex Noerdin.
Erini diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Tahun Anggaran 2021, yang menjerat suaminya sebagai tersangka.
Mengenakan baju kelir putih sembari menjinjing tas di tangan kanannya, Erini memilih irit bicara ketika ditanyai awak media seputar hasil pemeriksaannya.
"Makasih ya, makasih, sehat-sehat ya," ucap Erini, di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (25/10/2021) petang.
Erini Mutia Yufada terus berjalan menuju mobil Toyota Alphard berpelat nomor B-2803-SBE.
Sebelumnya, Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan, Erini diperiksa untuk melengkapi berkas perkara tersangka Herman Mayori (HM), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin.
"Bertempat di Gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik mengagendakan pemangilan saksi Erini Mutia Yufada (Swasta/Istri Bupati Musi Banyuasin)," kata Ali dalam keterangannya, Senin (25/10/2021).
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex Noerdin (DRA); Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin, Herman Mayori (HM); Kabid Sumber Daya Air (SDA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Eddi Umari (EU); dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara, Suhandy (SH); sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK mengungkapkan arahan dan perintah Dodi mengatur lelang proyek pekerjaan di Kabupaten Musi Banyuasin.
Pemkab Musi Banyuasin untuk tahun 2021 akan melaksanakan beberapa proyek yang dananya bersumber dari APBD, APBD-P TA 2021 dan Bantuan Keuangan Provinsi (bantuan gubernur) di antaranya di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
Untuk melaksanakan berbagai proyek dimaksud, diduga telah ada arahan dan perintah dari Dodi kepada Herman, Eddi, dan beberapa pejabat lain di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin agar dalam proses pelaksanaan lelangnya direkayasa sedemikian rupa.
"Di antaranya dengan membuat 'list' daftar paket pekerjaan dan telah pula ditentukan calon rekanan yang akan menjadi pelaksana pekerjaan tersebut," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (16/10/2021).
Selain itu, Dodi telah menentukan adanya persentase pemberian fee dari setiap nilai proyek paket pekerjaan di Kabupaten Musi Banyuasin, yaitu 10 persen untuk Dodi, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untuk Eddi serta pihak terkait lainnya.
"Untuk Tahun Anggaran 2021 pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, perusahaan milik SUH menjadi pemenang dari empat paket proyek," ungkap Alex.
Empat paket proyek itu, yakni Rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IDPMIP) di Desa Ngulak III, Kecamatan Sanga, dengan nilai kontrak Rp 2,39 miliar; peningkatan jaringan irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Epil dengan nilai kontrak Rp 4,3 miliar; peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan dengan nilai kontrak Rp 3,3 miliar; dan normalisasi Danau Ulak Ria Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Total komitmen fee yang akan diterima oleh Dodi dari Suhandy dari empat proyek tersebut sekitar Rp 2,6 miliar.
"Sebagai realisasi pemberian komitmen fee oleh SUH atas dimenangkannya empat proyek paket pekerjaan di Dinas PUPR tersebut, diduga SUH telah menyerahkan sebagian uang tersebut kepada DRA melalui HM dan EU," kata Alex.
Kasus ini berawal dari giat operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (15/10/2021) di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dan DKI Jakarta.
KPK mengamankan uang Rp 270 juta saat OTT di Musi Banyuasin.
Uang itu diduga telah disiapkan oleh Suhandy yang nantinya akan diberikan kepada Dodi melalui Herman dan Eddi.
Sementara di Jakarta, KPK juga mengamankan uang Rp 1,5 miliar dari ajudan Dodi Reza.
KPK bakal menelusuri lebih lanjut asal uang tersebut. [dhn]