WAHANANEWS.CO - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menggelar sidang terhadap lima anggota DPR nonaktif terkait demonstrasi pada Agustus 2025 yang berujung ricuh dan berlanjut dengan penjarahan. Dalam sidang tersebut, ahli kriminologi Adrianus Meliala mengungkapkan bahwa penjarahan terhadap rumah sejumlah anggota DPR pada peristiwa itu bukan tindakan spontan, melainkan sudah direncanakan dan ditarget.
Sidang MKD digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/11/2025). Anggota MKD, Rano Al Fath, menanyakan kepada Adrianus soal penyebab masyarakat seolah membenarkan tindakan penjarahan saat kericuhan terjadi. Adrianus menjelaskan bahwa aksi pada Agustus lalu berkembang menjadi “targeted looting”, yakni penjarahan yang memang sudah dirancang dan diarahkan pada sasaran tertentu.
Baca Juga:
Pimpinan DPR Setujui Hentikan Hak Keuangan Anggota Nonaktif
“Namun, secara akademik, saya sangat hati-hati untuk mengatakan ada hubungan sebab-akibat langsung antara video viral dengan aksi penjarahan. Ada banyak faktor lain yang memengaruhinya. Tapi saya menduga kuat pemicunya adalah collective feeling atau perasaan bersama berupa sense of injustice di tengah masyarakat,” kata Adrianus.
Ia menambahkan, perasaan ketidakadilan itu dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk kelas menengah yang dianggap memiliki kematangan intelektual. “Video-video yang beredar memang sengaja dibuat untuk memperkuat perasaan ketidakadilan. Setelah itu muncul, respons orang berbeda-beda — ada yang berhenti di perasaan, ada yang melampiaskan dengan cara lain, tapi ada juga yang berujung pada kerusuhan atau penjarahan,” ujarnya.
Ketika Rano menyinggung soal ajakan di media sosial yang memancing orang melakukan penjarahan dengan janji bebas karena alasan demokrasi, Adrianus menegaskan bahwa kondisi tersebut menjadi pemicu. “Video-video viral sebelum kejadian menciptakan sense of injustice yang kuat di masyarakat. Tapi kondisi itu perlu pemicu. Ajakan seperti ‘kumpul di sini’, ‘bakar Monas’, atau ‘serang Mabes Polri’ menjadi trigger atau faktor pencetusnya,” jelasnya.
Baca Juga:
Bamsoet Bantah Langgar Etik, Tapi Tetap Hormati Vonis MKD DPR
Menurut Adrianus, rasa ketidakadilan menjadi kondisi awal yang membuat masyarakat rentan terhadap ajakan untuk bertindak. “Jika batin masyarakat sudah matang dengan perasaan tidak adil, pemicu tersebut tinggal selangkah menuju tindakan kerusuhan. Beberapa pihak yang membuat ajakan itu dinilai memenuhi unsur perencanaan dan menimbulkan korban,” katanya.
Rano kemudian menanyakan kemungkinan kericuhan dan penjarahan terjadi secara spontan. Adrianus menjawab bahwa hal itu kecil kemungkinan. “Untuk perbuatan seperti penjarahan dan kerusuhan pada bulan Agustus itu, ia masuk dalam kategori targeted dan selected looting. Jadi, tindakan tersebut tidak pernah bersifat spontan,” imbuhnya.
Sidang MKD itu turut menghadirkan lima anggota DPR nonaktif, yakni Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni. Kelimanya diperiksa karena dugaan pelanggaran etik terkait tindakan berjoget dalam sidang tahunan DPR serta pernyataan yang menyinggung keadilan publik, yang kemudian memicu demonstrasi besar hingga berujung kericuhan dan penjarahan.