WahanaNews.co | Rektor Institut Teknologi Sumatera (Itera) I Nyoman Pugeg Aryantha menolak tudingan kampus-kampus melakukan politisasi hingga komersialisasi pendidikan tinggi.
"Sangkaan terhadap kampus melakukan politisasi dan komersialisasi melalui jabatan seorang rektor sangatlah tidak berdasar," kata Nyoman Pugeg Aryantha, dalam keterangannya, Senin (10/4/2023).
Baca Juga:
Edy Rahmayadi Kampanye Akbar di Labura: Fokus pada Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur
Menurutnya, tudingan sepihak tersebut perlu diluruskan agar kepercayaan publik tidak tergerus, hingga masyarakat menarik diri berpartisipasi membangun pendidikan tinggi Indonesia yang berkualitas.
Tudingan sepihak terjadi, setelah peristiwa pemilihan Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo yang belakangan disorot karena Rektor terpilih untuk periode 2023-2028, yaitu Prof Sajidan, dianulir oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sehingga membuat beberapa media massa menurunkan pemberitaan, hingga opini seputar pemilihan Rektor UNS ini.
"Saya sangat menghargai atas ketetapan yang dilakukan oleh Kemdikbud Ristek RI. Akan tetapi, atas kejadian tersebut, saya pula menolak opini yang dibangun di masyarakat bahwa perguruan tinggi negeri di Indonesia telah terpolitisasi dan cenderung melakukan komersialisasi dari jabatan seorang rektornya," ujarnya pula.
Baca Juga:
Pj Wali Kota Madiun Resmikan Sekolah Terintegrasi untuk Peningkatan Kualitas Pendidikan
Seperti opini di salah satu majalah nasional, yang terbit pada Minggu 9 April, dimana dalam penggalan opini tersebut, disampaikan, komersialisasi perguruan tinggi negeri juga membuat pemilihan rektor sering kisruh.
Terlebih, opini tersebut menuliskan, setelah kampus negeri diizinkan menggalang dana di luar anggaran negara, jabatan rektor kian menggiurkan, selain menjanjikan gaji dan fasilitas 'wah', jabatan Rektor bisa menjadi kesempatan untuk mendekat ke pelbagai sumber dana.
Rektor bisa menjadi simpul dalam jual beli kursi mahasiswa baru di jurusan favorit lewat jalur mandiri.