WahanaNews.co, Jakarta - Kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang signifikan tengah menjadi perbincangan hangat dan memicu aksi protes dari para mahasiswa.
Mereka menuntut agar pihak rektorat dan pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan UKT tersebut serta mencari solusi yang lebih berpihak kepada masyarakat.
Baca Juga:
Nadiem Makarim Batalkan Kenaikan UKT
Menanggapi gelombang kritik terkait UKT di perguruan tinggi yang semakin mahal, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menyatakan bahwa biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan dapat memenuhi standar mutu.
Tjitjik menjelaskan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa gratis seperti di negara lain, karena bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum dapat menutup seluruh kebutuhan operasional.
Terkait banyaknya protes mengenai UKT, Tjitjik menyebut bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak termasuk dalam wajib belajar 12 tahun.
Baca Juga:
Siti Mundur dari Universitas Riau karena UKT Mahal, Pihak Kampus Beri Penjelasan
Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya berlaku untuk 12 tahun, yaitu dari SD, SMP hingga SMA.
Sementara itu, penetapan UKT dan biaya lain pada dasarnya mengacu pada satu aturan resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Aturan tersebut tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbud.