WAHANANEWS.CO. Jakarta - Dalam suasana kebijakan yang saling bertolak belakang antar kepala daerah soal study tour sekolah, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memilih bersikap tegas dan berbeda pandangan.
Ia secara gamblang menyatakan bahwa larangan terhadap kegiatan study tour di sekolah-sekolah Jawa Barat tetap berlaku, meskipun ada sejumlah kepala daerah yang mulai melonggarkan aturan tersebut.
Baca Juga:
Bukan ke Candi Tapi ke Paris, Wisata Edukatif Ala Sekolah Elit di Karanganyar Disorot Warganet
Dalam keterangannya di Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, pada Senin (28/7/2025), Dedi menegaskan pentingnya pemahaman yang utuh atas esensi study tour yang sesungguhnya.
Ia menyatakan, “Saya sudah tanya kepala daerahnya, wali kota Bogor, Cirebon saya sudah tanya. Jadi begini, di sini, kepala daerah harus paham makna study tour.”
Menurut Dedi, study tour idealnya bersifat ilmiah dan mengarah pada kegiatan riset atau penelitian yang terhubung langsung dengan pembelajaran.
Baca Juga:
Dampak Larangan Study Tour: Pelaku Wisata Cirebon Terpukul, Disbudpar Ajak Berbenah
Ia mencontohkan, “Penelitian tentang vulkanik gunung berapi, daerah aliran sungai, pengelolaan sampah, serta sistem pupuk pestisida dan organik. Meneliti ruang-ruang yang ada di semesta, melihat bintang, bulan. Jadi lebih pada studi analisis, kemudian kunjungan industri. Itu sebenarnya studi analisis.”
Ia menyoroti pula bahwa unjuk rasa dari pelaku industri pariwisata menjadi indikator kuat bahwa praktik study tour selama ini telah bergeser dari tujuan awalnya dan bahkan menjadi ajang pembodohan publik.
“Dengan adanya demo pekerja pariwisata, pengelola bus pariwisata, dan pengusaha travel itu menunjukkan bahwa study tour yang dilaksanakan selama ini adalah bertentangan dengan kalimat study tour-nya, dan itu pembodohan publik. Makanya, tidak boleh sekolah-sekolah di Jawa Barat membodohi siswa dan orangtuanya, itu tegas saya,” katanya.
Dedi juga mengkritisi kegiatan yang diklaim sebagai study tour namun tidak lebih dari sekadar perjalanan rekreasi, bukan aktivitas pendidikan berbasis studi.
Ia menegaskan bahwa jika tujuan pendidikan benar-benar dipegang, maka kegiatan belajar bisa dilakukan di lingkungan sekitar tanpa perlu pergi jauh.
“Kan sebenarnya, kalau benar melakukan studi itu bisa di dalam kota. Ada lab di puskesmas, di rumah anak-anak biologi bisa menggunakan lab untuk menganalisis mikroorganisme, mikroba virus itu bisa di lab,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa masing-masing daerah sudah memiliki sarana dan fasilitas memadai yang bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran lapangan.
“Cukup di daerahnya masing-masing. Karena di setiap kabupaten, lab sudah ada, sudah lengkap, tiap kabupaten sudah ada sawah, setiap kota juga ada area-area yang menjadi basic penelitian. Jadi kalau ada yang tetap melakukan, sanksi kepala sekolahnya saya copot,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, Dedi mengomentari kebijakan sejumlah kepala daerah lain yang tampak bertolak belakang dengan keputusannya, termasuk Wali Kota Bandung dan Bupati Bandung.
“Itu gini, wali kota Bandung itu konteksnya piknik. Kalau piknik sok boleh. Bukan kalimat pencopotan larangan study tour, jadi kalau piknik jangan dikaitkan dengan pelajaran. Ya piknik aja terbuka. Nah, kalau piknik tidak usah sekolah yang menyelenggarakan,” katanya menjelaskan.
Dengan pernyataan tegas ini, Dedi Mulyadi berharap agar seluruh kepala daerah serta institusi pendidikan memahami betul makna study tour agar kegiatan pendidikan di Jawa Barat tidak melenceng dari tujuannya dan tidak menjadi beban bagi orang tua maupun siswa.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]