WahanaNews.co, Riau - Siti Aisyah (18), memilih mengundurkan diri setelah diterima di Universitas Riau melalui Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).
Siti, yang merupakan siswi SMA Negeri 1 Pendalian, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), diterima di Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian.
Baca Juga:
Nadiem Makarim Batalkan Kenaikan UKT
Namun, ia merasa tidak mampu melanjutkan kuliah karena orangtuanya tidak sanggup membayar uang kuliah tunggal (UKT) yang dianggap terlalu mahal.
Ketika mendaftar ulang, Siti diketahui harus membayar UKT golongan V sebesar Rp 4,8 juta per semester. Merasa tidak sanggup membayar biaya tersebut, Siti akhirnya memutuskan untuk mundur.
Tanggapan dari Universitas Riau
Baca Juga:
Soroti Mahalnya Biaya Kuliah, Prabowo: Kalau Bisa, Ya Gratis!
Menanggapi masalah ini, Universitas Riau melalui Wakil Rektor IV, Sofyan Husein Siregar, memberikan penjelasan.
Menurut Sofyan, tim UKT menghubungi Siti pada Kamis (23/5/2024) untuk melakukan verifikasi ulang terhadap kondisi ekonomi keluarganya.
Berdasarkan verifikasi tersebut, diketahui bahwa orangtua Siti bekerja sebagai buruh sawit, bukan petani sawit seperti yang dilaporkan saat pendaftaran ulang secara online.
"Setelah verifikasi ulang, kami menemukan bahwa orangtua Siti adalah buruh sawit. Oleh karena itu, kami menurunkan UKT Siti dari Rp 4,8 juta per semester (UKT V) menjadi Rp 1 juta (UKT II)," kata Sofyan melalui keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (25/5/2024).
Namun, meskipun UKT telah direvisi, Siti tetap memilih untuk kuliah di Universitas Pasir Pengaraian (UPP) di Rohul. "Siti memilih UPP karena sudah memperoleh beasiswa di sana dan ingin tetap dekat dengan ayahnya," jelas Sofyan.
Latar Belakang Kejadian
Cerita tentang Siti bermula dari laporan media massa yang mengungkap bahwa Siti tidak jadi kuliah di Universitas Riau karena biaya UKT yang dianggap mahal.
Universitas Riau menetapkan besaran UKT untuk mahasiswa baru berdasarkan bukti penghasilan orangtua yang dikirimkan secara online saat pendaftaran ulang.
Namun, universitas tetap memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk merevisi UKT dengan menunjukkan bukti-bukti yang lebih akurat.
Kasus Siti Aisyah menyoroti pentingnya transparansi dan verifikasi dalam penetapan biaya pendidikan, serta perlunya dukungan finansial yang memadai bagi mahasiswa yang kurang mampu.
Universitas perlu memastikan bahwa kebijakan UKT tidak menjadi penghalang bagi mahasiswa berprestasi untuk melanjutkan pendidikan tinggi mereka.
Menurut Sofyan, sebanyak 45 dari 2.000 mahasiswa memanfaatkan kesempatan untuk menurunkan UKT mereka, bahkan ada yang berhasil menurunkannya hingga empat tingkat.
"Siti belum sempat memanfaatkan kesempatan ini, tetapi berita tersebut sudah terlanjur viral dan menyebar luas," kata Sofyan.
"Media sosial ramai-ramai membagikan tangkapan layar berita online yang pertama kali mengekspos kasus Siti."
Sofyan menjelaskan bahwa sehari sebelum pendaftaran ulang ditutup pada Senin (20/5/24), pihak universitas sudah menghubungi Siti untuk memberi tahu bahwa ada pihak yang bersedia membiayai kuliah Siti hingga tamat.
Namun, Siti tidak mengangkat telepon karena sedang dalam masa cooling down.
"Kami memang tidak mencari hingga ke kampungnya yang berjarak 181 kilometer dari kampus Universitas Riau di Pekanbaru, tetapi kami berhasil berbicara panjang lebar dengan Siti dan keluarganya. Ini adalah pengalaman yang akan kami gunakan untuk perbaikan universitas ke depan," tambah Sofyan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]