WahanaNews.co | Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan prinsip just and affordable transition dalam mengimplementasikan transisi energi baru terbarukan (EBT), yakni terkait keadilan dan berharap tidak ada yang tertinggal dalam prosesnya.
Hal itu diungkapkan oleh Airlangga dalam pertemuan bersama Executive Director International Energy Agency Fatih Birol di Davos, Swiss pada Selasa 24 Mei 2022.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
“Tidak hanya memperhitungkan cost and benefits tetapi juga memastikan tidak ada yang tertinggal dalam prosesnya,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis 26 Mei 2022.
Menurut Airlangga, jika dikelola dengan baik maka transisi energi dapat berdampak positif di bidang sosial, ekonomi dan lingkungan hidup berupa pekerjaan baru dan lapangan kerja yang lebih luas.
“Sebaliknya transisi energi juga memiliki risiko pengangguran dan defisit transaksi berjalan,” ujarnya.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Ia menuturkan Indonesia sendiri akan merealisasikan kontribusi energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dengan beberapa sumber EBT yang potensial seperti matahari, air, angin, panas bumi dan laut yang menyumbang 442 GW.
Meski demikian, langkah itu ternyata masih memiliki tantangan yaitu keterbatasan jaringan, teknologi, dan pembiayaan sehingga pembiayaan dan transfer teknologi pada transisi energi menjadi penting.
Ia menjelaskan Indonesia memandang transisi energi tidak hanya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dan respon terhadap perubahan iklim tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kapasitas masyarakat.
Setiap negara memiliki kemampuan yang berbeda atau common but differentiated responsibilities.
Khusus untuk Indonesia, mekanisme keuangan sangat penting dalam proses phase down batu bara dimana Indonesia berkomitmen merealisasikan target ini pada 2060 atau lebih cepat.
Oleh sebab itu, mobilisasi sumber daya termasuk keuangan dan peningkatan kapasitas seperti penelitian dan pengembangan, sistem perdagangan emisi serta subsidi energi terbarukan sangat esensial untuk tujuan ini.
Tak hanya itu, cara untuk mengatasi masalah pendanaan adalah diperlukannya sumber pendanaan yang kuat seperti dari Asian Development Bank (ADB) atau dana multilateral lainnya. [rin]