WahanaNews.co | Pemerintah tak menaikkan tarif listrik pelanggan bisnis dan industri guna mendorong pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan tarif listrik pelanggan golongan tersebut dipertahankan karena berfungsi sebagai pendorong, penggerak, dan fondasi ekonomi Indonesia.
Baca Juga:
Hadir Pada General Annual Meeting di Dakar Senegal Tahun 2014, Awal Bergabungnya ALPERKLINAS Ke FISUEL International
"Tidak ada perubahan bagi tarif listrik untuk industri dan bisnis dalam skala daya apapun yang terpasang. Ini adalah bentuk kepedulian pemerintah agar ekonomi nasional dalam hal ini ditopang oleh bisnis dan industri tetap terus berjalan dengan sangat kokoh," kata Darmawan di Jakarta, Senin, 13 Juni 2022.
Selain mendorong pemulihan ekonomi nasional, keputusan tidak menaikkan tarif listrik pelanggan golongan bisnis dan industri menjadi salah satu strategi pemerintah untuk menjaga level inflasi. Pemerintah berupaya menjaga stabilisasi inflasi agar tetap rendah.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, golongan tarif listrik non-subsidi pelanggan bisnis dengan daya 6.600 VA hingga di atas 200 kVA mencapai 697.593 pelanggan.
Baca Juga:
Dukung Sektor Pariwisata, PLN Distribusi Jakarta Listriki Hotel Travello
Sedangkan golongan pelanggan industri di atas 200 kVA hingga di atas 30.000 kVA mencapai 14.848 pelanggan.
Pemerintah sebelumnya mengumumkan penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga di atas 3.500 Volt Ampere (VA) dan pelanggan segmen pemerintah berdaya 6.600 VA hingga di atas 200 kVA. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Juli 2022.
Pemerintah mengklaim kebijakan menaikkan tarif listrik itu hanya akan memberikan dampak inflasi sebesar 0,019 persen.
Kenaikan tarif listrik untuk golongan non-subsidi juga berpotensi menghemat kompensasi sebanyak Rp 3,1 triliun atau 4,7 persen dari total keseluruhan kompensasi yang dikucurkan kepada PLN.
Pada 2022, potensi kompensasi listrik diproyeksikan mencapai Rp 62,82 triliun dengan distribusi per sektor dari yang terbesar adalah sektor industri, yakni Rp 31,95 triliun atau 50,9 persen.
Kemudian rumah tangga sebesar Rp 18,95 triliun atau 30,2 persen; sektor bisnis Rp 10,84 triliun atau 17,3 persen; dan sisanya pemerintah serta layanan khusus Rp 1,08 triliun atau 1,7 persen.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana meminta PLN terus melakukan efisiensi.
Sehingga, beban pokok penyediaan atau BPP dapat ditekan melalui peningkatan penjualan dan melakukan konversi pembangkit listrik tenaga diesel ke pembangkit listrik tenaga gas bumi atau Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Jika BPP turun, tarifnya akan turun yang dapat menguntungkan masyarakat dan APBN di tengah tekanan global kenaikan harga minyak bumi," ujar Rida. [qnt]