WahanaNews.co, Jakarta – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mendesak DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) tanpa mencantumkan pasal yang mengatur mengenai power wheeling.
Desakan ini muncul setelah Komisi VII DPR RI batal melakukan rapat pengambilan keputusan tingkat I terkait RUU EBET dengan Kementerian ESDM pada 18 September 2024, akibat belum adanya kesepakatan mengenai skema power wheeling.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Kami mengapresiasi sikap tegas dari Komisi VII, namun kami juga ingin menegaskan bahwa power wheeling berpotensi merugikan masyarakat dan mengancam kedaulatan sektor kelistrikan kita," ujar Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba kepada WahanaNews.co di Jakarta Jumat (20/9/2024)
"Skema ini hanya menguntungkan pihak swasta dan merugikan rakyat serta negara. Oleh karena itu, pasal tersebut harus dihapuskan demi kepentingan masyarakat Indonesia," sambungnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menyampaikan bahwa pembahasan mengenai norma power wheeling belum menemukan titik terang, yang mengakibatkan penundaan keputusan.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
"Otomatis, RUU EBET ini tidak dapat disahkan oleh DPR RI periode 2019-2024. Namun, pembahasan RUU ini akan dilanjutkan oleh DPR dan Pemerintah periode mendatang," jelas Mulyanto. Ia juga menambahkan bahwa penundaan ini memberikan waktu untuk pembahasan lebih mendalam terkait norma power wheeling dan pasal-pasal penting lainnya.
Power wheeling, dalam RUU EBET, adalah skema yang memungkinkan pihak swasta menyewa jaringan transmisi milik PLN untuk menjual listrik langsung kepada konsumen.
Hal ini, menurut ALPERKLINAS, berpotensi membuka peluang bagi liberalisasi sektor kelistrikan yang dapat merugikan masyarakat.
Pihak swasta yang menggunakan skema ini, kata Tohom Purba, bisa mengatur harga listrik sesuai mekanisme pasar, yang tidak sesuai dengan konstitusi yang menyatakan bahwa penyediaan listrik harus dikuasai oleh negara untuk kepentingan rakyat.
Tanggapan serupa juga datang dari Ketua Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja (DPP SP) PT PLN (Persero), Abrar Ali, yang menyatakan bahwa pihaknya sangat sepakat dengan penolakan terhadap power wheeling.
“Power wheeling tidak hanya membuka peluang bagi pengusaha, tetapi juga mengancam ketahanan sektor kelistrikan nasional,” ujar Abrar.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan konstitusi, yang mengamanatkan bahwa sektor kelistrikan harus dikuasai oleh negara.
Menurut Abrar, kebijakan power wheeling berpotensi memberi keuntungan besar kepada investor swasta, termasuk investor asing, sementara BUMN sebagai penyedia utama listrik bagi masyarakat akan terpinggirkan.
"Kita harus mengedepankan kepentingan nasional, bukan kepentingan segelintir orang atau pengusaha. Negara harus tetap mengendalikan sektor kelistrikan untuk menjamin harga listrik yang adil dan terjangkau bagi rakyat," tegasnya.
ALPERKLINAS menekankan pentingnya menyusun RUU EBET yang benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat dan sektor kelistrikan nasional. Mereka berharap agar pembahasan selanjutnya dapat dilakukan secara lebih matang, dengan mengedepankan transparansi dan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait masa depan energi di Indonesia.
[ADV/Redaktur: Amanda Zubehor]