WahanaNews.co, Jakarta - Pasar kripto dikenal sangat fluktuatif. Harga Bitcoin bisa naik belasan persen dalam sehari, lalu anjlok di hari berikutnya. Kondisi seperti ini bikin banyak investor pemula bingung harus bertahan atau keluar dari pasar.
Di tengah naik-turunnya harga mata uang kripto, stablecoin hadir sebagai “penyeimbang” yang memberi rasa aman. Stablecoin kini jadi bagian penting dari ekosistem blockchain.
Baca Juga:
Pemerintah Siapkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk Percepat Program Pembangunan
Nilainya yang stabil membuatnya banyak digunakan, baik untuk transaksi, penyimpanan, hingga strategi manajemen risiko saat pasar goyah.
Lalu, apa sebenarnya stablecoin dan mengapa dianggap sebagai tameng investor ketika harga kripto anjlok?
Definisi Stablecoin
Baca Juga:
Pemerintah Mulai Salurkan Dana Rp200 Triliun ke 5 Bank Milik Negara
Stablecoin adalah jenis mata uang kripto yang dirancang untuk memiliki nilai stabil, biasanya dipatok 1:1 terhadap aset tertentu seperti dolar AS, emas, atau bahkan aset kripto lainnya.
Berbeda dengan Bitcoin atau Ethereum yang harganya bisa melonjak atau jatuh dalam waktu singkat, stablecoin memberikan kepastian nilai sehingga lebih aman digunakan sebagai media transaksi atau penyimpanan sementara.
Dengan kata lain, stablecoin adalah “jembatan” antara kecepatan teknologi blockchain dan kestabilan nilai yang biasanya dimiliki oleh mata uang fiat.
Jenis-Jenis Stablecoin
Tidak semua stablecoin dibuat dengan cara yang sama. Ada beberapa kategori utama yang membedakan bagaimana token ini menjaga kestabilan harga.
Pemahaman tiap jenis penting karena masing-masing punya kelebihan dan juga risikonya.
1. Fiat-Backed Stablecoin
Jenis ini paling populer, misalnya Tether (USDT) atau USD Coin (USDC). Nilainya didukung oleh cadangan mata uang fiat di bank. Setiap 1 USDT atau 1 USDC idealnya bisa ditukar dengan 1 USD.
2. Crypto-Backed Stablecoin
Contohnya adalah DAI. Nilainya dijamin oleh aset kripto lain seperti ETH. Sistem smart contract memastikan harga tetap stabil, meski underlying asset bisa berfluktuasi.
Karena termasuk kategori aset digital non-BTC, update mengenai proyek seperti ini sering muncul dalam berita altcoin di media kripto global.
3. Algorithmic Stablecoin
Jenis ini tidak memiliki cadangan aset nyata, melainkan menjaga kestabilan lewat algoritma supply dan demand. Contoh terkenal adalah TerraUSD (UST) yang runtuh pada 2022, menjadi pelajaran berharga bagi industri kripto.
Fungsi Utama Stablecoin
1. Alat Lindung Nilai (Hedging)
Stablecoin berfungsi seperti “tempat parkir aman” ketika harga aset lain sedang jatuh. Trader atau investor bisa menukar kepemilikan Bitcoin atau Ethereum ke stablecoin untuk mengamankan nilainya. Dengan begitu, mereka tidak perlu keluar dari ekosistem blockchain tapi tetap terlindungi dari fluktuasi tajam.
2. Media Transaksi
Banyak orang menggunakan stablecoin untuk mengirim uang lintas negara. Biaya lebih murah, proses lebih cepat, dan tidak terpengaruh perbedaan kurs. Misalnya, mengirim 1.000 USDT ke luar negeri bisa selesai dalam hitungan menit, tanpa biaya besar seperti transfer bank internasional.
3. Likuiditas di DeFi
Stablecoin adalah bahan bakar ekosistem keuangan terdesentralisasi. Mulai dari lending, staking, hingga liquidity pool, semuanya banyak memakai stablecoin sebagai dasar. Dengan stabilitas nilainya, risiko volatilitas dalam kontrak pintar jadi lebih terkendali, sehingga pengguna merasa lebih nyaman berpartisipasi.
Stablecoin vs Kripto Volatil
Perbedaan mendasar antara stablecoin dan aset kripto volatil ada pada tujuan penggunaannya. Bitcoin atau Ethereum sering dijadikan instrumen investasi atau spekulasi harga. Sebaliknya, stablecoin lebih berfungsi sebagai alat penyimpan nilai atau “parkir” sementara.
Banyak analis menyebut stablecoin sebagai tulang punggung ekosistem kripto. Tanpa adanya token stabil, perdagangan antar aset digital akan jauh lebih rumit.
Bandingkan saja ketika harga BTC atau altcoin lain naik-turun ekstrem, stablecoin memberikan ketenangan karena nilainya relatif tidak berubah.
Kelebihan Stablecoin
- Stabilitas nilai: tidak mudah terpengaruh fluktuasi harga.
- Likuiditas tinggi: mudah diperdagangkan di exchange besar.
- Transparansi: sebagian penerbit rutin merilis laporan cadangan.
- Kecepatan transaksi: transfer stablecoin hanya butuh hitungan menit.
Risiko Menggunakan Stablecoin
Meski lebih stabil, stablecoin tidak sepenuhnya bebas risiko. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Risiko regulasi: pemerintah di berbagai negara masih terus mengawasi penerbit stablecoin.
- Sentralisasi: sebagian stablecoin fiat-backed dikendalikan oleh perusahaan tertentu, sehingga bisa membekukan dana pengguna.
- Kegagalan algoritmik: kasus runtuhnya TerraUSD (UST) jadi contoh nyata bahwa stablecoin algoritmik belum sepenuhnya aman.
Strategi Investor dengan Stablecoin
Banyak investor menggunakan stablecoin sebagai strategi bertahan di tengah volatilitas pasar. Misalnya, saat harga Bitcoin naik tinggi, sebagian keuntungan bisa dipindahkan ke stablecoin. Ketika pasar terkoreksi, investor bisa membeli kembali aset kripto dengan harga lebih murah.
Bagi trader aktif, stablecoin juga jadi pilihan untuk menunggu momen masuk tanpa harus keluar dari ekosistem blockchain. Mereka tetap siap masuk ke pasar kapan saja, tanpa takut nilai aset “tergerus” oleh volatilitas.
Kesimpulan
Stablecoin adalah inovasi penting dalam dunia kripto. Dengan nilai yang stabil, ia berfungsi sebagai tameng bagi investor di tengah guncangan harga. Meski begitu, bukan berarti stablecoin bebas risiko. Regulasi, sentralisasi, dan kegagalan algoritmik tetap perlu diwaspadai.
Bagi investor yang ingin bertahan di pasar kripto, stablecoin bisa jadi alat bantu yang efektif untuk melindungi portofolio. Dengan strategi yang tepat, memahami peran stablecoin bisa bikin perjalanan investasi kripto lebih aman dan terukur.
FAQ
1. Apa bedanya stablecoin dengan Bitcoin?
Stablecoin punya nilai stabil karena dipatok ke aset tertentu (misalnya dolar AS), sedangkan Bitcoin harganya sangat fluktuatif dan dipengaruhi permintaan pasar.
2. Apakah stablecoin bisa naik harganya?
Tidak signifikan. Nilai stablecoin biasanya tetap 1:1 dengan aset acuan. Kalau naik atau turun, biasanya hanya di kisaran kecil (deviation) akibat supply-demand di pasar.
3. Apakah stablecoin aman digunakan?
Relatif lebih aman dari sisi harga, tapi tetap ada risiko seperti regulasi, sentralisasi penerbit, atau kegagalan sistem algoritmik. Karena itu, pilih stablecoin yang punya reputasi baik.
4. Bisa nggak stablecoin dipakai untuk investasi jangka panjang?
Stablecoin tidak dirancang untuk naik harga, jadi bukan untuk investasi jangka panjang. Lebih cocok dipakai untuk lindung nilai, transaksi, atau tunggu momen masuk ke aset kripto lain.
5. Bagaimana cara membeli stablecoin di Indonesia?
Kamu bisa membeli stablecoin di exchange resmi seperti Indodax. Prosesnya sama seperti beli Bitcoin atau Ethereum, cukup deposit rupiah dan pilih stablecoin yang tersedia di pasar.
[Redaktur: Alpredo]