WahanaNews.co | Potensi energi hijau Indonesia sangatlah besar, tetapi hingga saat ini penggunaannya masih minim. Karena itu, pemerintah berupaya mengerek penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang melimpah tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, saat ini penggunaan EBT dalam bauran energi nasional baru mencapai 13%. Angka ini jauh di bawah target penggunaan EBT dalam bauran energi hingga 23% pada 2025.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
"Dalam menyikapi ini pemerintah mendorong PLN menetapkan Green RUPTL, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2021-2030 pada 28 September 2021 yang jauh lebih hijau dari RUPTL sebelumnya, di mana target persentase EBT bauran energi dinaikan menjadi 52% pada 2030," kata Luhut dalam Energy Outlook 2022 yang diadakan CNBC Indonesia, Kamis (24/2/2022).
Dalam rencananya, pemerintah ingin dalam 10 tahun ke depan persentase EBT akan didominasi keberadaan PLTA sebanyak 25,6%. Kemudian, pemerintah menargetkan operasional PLTS menyumbang 11,5% dari sumber EBT yang tersedia.
Luhut menambahkan, tak tertutup kemungkinan nantinya pemerintah mengembangkan EBT berbasis Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Akan tetapi, penggunaan PLTB harus didukung teknologi yang mumpuni.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
"Tidak tertutup kemungkinan PLTB mengambil posisi dengan dukungan teknologi yang makin ramah, dengan PLTS dan PLTB yang out putnya fluktuatif," katanya.
Dia juga menyebut ada kesempatan besar yang dibuka pemerintah untuk partisipasi pihak swasta dalam memanfaatkan EBT. Luhut memprediksi, pada 2030 nanti porsi kepemilikan swasta atas pembangkit yang beroperasi akan mencapai 64% dari total pembangkit.
Selain itu, Luhut menyinggung telah diresmikannya kawasan industri hijau di Kalimantan Utara pada Desember 2021 lalu oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia menyebut hal itu dilakukan sebagai antisipasi negara terhadap perkembangan pasar global yang makin menuntut produksi berbagai barang dilakukan menggunakan energi hijau.
"Hal ini untuk menjembatani pencapaian perekonomian berbasis green technology yang akan menjadi tren global beberapa tahun ke depan sebagai bagian perkembangan ini," katanya.
Luhut juga berkata, dari sisi regulasi pemerintah sudah menerbitkan UU Nomor 7 Tahun 2021Harmonisasi Peraturan Perpajakanuntuk mendukung pemanfaatan EBT.
Beleid ini mengatur pengenaan pajak karbon bagi orang pribadi atau badan penghasil emisi yang melampaui batas yang ditetapkan.
"Pengenaan tarif pajak karbon ini ditetapkan paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen CO2i. Ketentuan ini akan mengubah posisi PLTU dari pembangkit paling murah menjadi pembangkit yang mahal, dan ketentuan ini berlaku mulai 1 April 2022," tukasnya. [qnt]