WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Geologi Kementerian ESDM mengajak investor berperan dalam eksplorasi potensi migas di 108 cekungan sedimen yang belum tersentuh di Indonesia.
Kepala Pusat Survei Geologi Badan Geologi, Edy Slameto menyampaikan dari 128 cekungan migas yang telah teridentifikasi, hanya 20 cekungan migas yang telah dikembangkan, 108 sisanya merupakan area yang belum dilakukan eksplorasi secara komprehensif.
Baca Juga:
Membangun Remaja Gigih di Era Mudah : Belajar dari Oslo, Norwegia
“Eksplorasi merupakan cara paling efektif untuk menemukan lapangan baru yang dapat menaikkan produksi secara signifikan. Semakin besar area eksplorasi, semakin besar peluang menemukan cadangan baru,” kata Edy dalam keterangan yang diterima di Bandung, Jawa Barat, Minggu (7/12/2025).
Edy menjelaskan bahwa Badan Geologi telah menyusun peringkat terhadap 108 cekungan tersebut berdasarkan berbagai parameter yang mencerminkan potensi keberadaan sumber daya migas.
Cekungan dengan peluang lebih tinggi menjadi prioritas pengerjaan, sementara cekungan dengan potensi rendah akan menunggu sesuai skala prioritas.
Baca Juga:
Purbaya Sentil Pertamina, Agung Wicaksono: Kami Panas-panasan Bangun Kilang
Ia menjelaskan bahwa tidak semua area eksplorasi dapat dibiayai melalui APBN, terutama wilayah dengan risiko tinggi.
Oleh karena itu, pihaknya menyediakan data dan insentif agar investor memiliki keyakinan dalam mengambil risiko eksplorasi.
“Pemboran sangat mahal, bisa mencapai ratusan juta dolar per sumur, dan tidak dijamin pasti berhasil. Karena itu, pemboran dengan risiko tinggi diserahkan kepada operator, sementara pemerintah membantu dengan penyediaan data agar mereka tidak menanggung risiko sepenuhnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Edy mengatakan saat ini produksi migas nasional berada di kisaran 600 ribu barel per hari, sehingga masih ada kekurangan sekitar 400 ribu barel untuk mencapai target peningkatan produksi sebesar 1 juta barel per hari.
“Ini bukan angka mutlak dan bisa berubah. Dengan produksi harian sekitar 600 ribu barel, cadangan tersebut hanya cukup untuk enam hingga tujuh tahun jika tidak ada penemuan baru. Inilah pentingnya kegiatan eksplorasi,” ujarnya.
Edy menyebut bahwa fokus prioritas eksplorasi saat ini diarahkan ke kawasan Indonesia Timur yang dinilai memiliki risiko geologi yang masih tinggi sehingga pelaku usaha belum banyak melakukan investasi.
“Karena wilayah Indonesia Barat sudah relatif padat eksplorasi, pemerintah menggeser fokus ke Indonesia Timur. Dengan intervensi pemerintah berupa data geologi ini diharapkan lebih banyak perusahaan tertarik untuk berinvestasi di wilayah timur,” katanya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]