WahanaNews.co | Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebutkan pihak-pihak yang sengaja menghalangi transformasi LPG (Liquified Petroleum Gas) ke DME (Dimethyl Ether).
Hal ini disampaikan di sela penjelasannya soal bagaimana pemerintah menggenjot hilirisasi dan transformasi energi untuk meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi subsidi negara. Salah satunya transformasi itu yakni LPG ke DME.
Baca Juga:
Jasa Marga Raih Penghargaan Bergengsi ‘Indonesia Most Powerful Women Awards 2024’
"Kementerian Investasi berdasarkan perintah bapak Presiden bekerja sama dengan Menteri ESDM dan BUMN untuk melakukan proses hilirisasi batu bara kalori rendah yaitu DME. Ini salah satu syarat kita keluar dari jebakan pendapatan menengah. Saya ingin mengatakan bahwa ini bukan hal yang gampang. Saya tahu ada yang main-main tidak mau proses ini terjadi," kata Bahlil dalam konferensi pers virtual, Rabu (1/12/2021).
Menurutnya, oknum yang tidak setuju dengan proses hilirisasi dan transformasi yang dilakukan Indonesia karena masih menginginkan Indonesia hanya ekspor barang-barang mentah. Bahlil pun memperingatkan tegas kepada oknum itu untuk tidak menghalangi.
"Kepada siapa saja oknum pengusaha, oknum pejabat, oknum BUMN yang tidak setuju, saya harap untuk minggir. Karena Indonesia harus maju, cukup negara kita dipermainkan. Kita harus bangkit, DME ini ada yang mencoba-coba menghalangi kami akan tetap kan maju terus," katanya.
Baca Juga:
Buntut Kritik PSN PIK 2, Said Didu Penuhi Panggilan Polisi
Menurutnya, dengan menggenjot transformasi dan hilirisasi itu menjadi bentuk kecintaan kepada bangsa dan negara.
"Kalau bicara merah putih sekarang. Kebetulan saya hanya punya warna merah dan putih. Untuk kepentingan bangsa dan negara," tuturnya.
Transformasi LPG ke DME itu disebut akan menekan impor batu bara Indonesia. Karena berdasarkan catatannya, setiap tahunnya Indonesia selalu impor gas LPG 5,5 juta ton hingga 6 juta ton.
"Di mana harga sekarang LPG 1 ton, US$ 850 dan rakyat mendapatkan hanya 5300/kg. Sedangkan per satu juta ton negara subsidi Rp 12,6 triliun, lalu kali 5,5 hampir Rp 60-70 triliun," imbuh Bahlil.
Seperti diketahui, Bahlil memang pernah menyampaikan bahwa mulai Januari 2022 pemerintah berencana melakukan hilirisasi industri perubahan penggunaan LPG yang saat ini digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, menjadi DME.
Rencana tersebut akan dilakukan oleh Air Products and Chemicals dengan Pertamina dan beberapa perusahaan lainnya.
"Sudah akan jalan 2022 Januari itu Pertamina dengan PTBA (PT Bukit Asam) dan Air Products dengan pengusaha nasional membangun DME. Air Products melakukan investasi dengan beberapa perusahaan BUMN kita dan swasta nasional untuk melakukan hilirisasi dalam rangka bagaimana mendapatkan pengganti LPG dari batu bara, yaitu DME," kata Bahlil Jumat (12/11).
Proyek DME disebut akan menekan angka impor LPG. Bahlil mencatat, untuk impor LPG per tahunnya mencapai 5,5 sampai 6 juta.
"Ini cadangan devisa kita keluar kalau kita begini terus. Itu tidak kurang dari Rp 55-70 triliun. Maka kita akan perlahan-perlahan mengurangi impor LPG kita dan kita gantikan dengan DME," jelasnya. [qnt]