WahanaNews.co, Jakarta - Data terbaru dari Bank Dunia menunjukkan angka utang global yang mencengangkan, terutama terkait upaya negara-negara berkembang untuk melunasi utang publik dan jaminan publik mereka pada tahun 2022.
Menurut laporan International Debt Report yang dirilis oleh Bank Dunia minggu lalu, negara-negara berkembang telah mengeluarkan dana sebesar US$ 443,5 miliar (setara dengan Rp 6.800 triliun) untuk tujuan tersebut.
Baca Juga:
Setara Negara Maju, Pendapatan Per Kapita Jakarta Pusat US$50.000
Peningkatan pengeluaran ini, sebagaimana dijelaskan oleh Bank Dunia, ternyata berdampak pada sektor-sektor penting seperti kesehatan, pendidikan, dan lingkungan.
Selain itu, pembayaran utang, termasuk pokok dan bunga, mengalami kenaikan sebesar 5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya di seluruh negara berkembang. Perlu diperhatikan bahwa tren ini terjadi dalam konteks suku bunga tinggi yang melanda dunia.
Indermit Gill, Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior Grup Bank Dunia mengungkapkan tingkat utang yang sangat tinggi dan suku bunga yang tinggi telah menempatkan banyak negara di jalur menuju krisis.
Baca Juga:
Kebut Elektrifikasi dan EBT, PLN Kantongi Pendanaan US$ 581,5 Juta dari Bank Dunia
Gill menuturkan penguatan dolar AS menambah kesulitan negara-negara berkembang dan berpendapatan menengah ke bawah, membuat mereka kesulitan melakukan pembayaran. Dalam situasi seperti ini, kenaikan suku bunga lebih lanjut atau penurunan tajam pendapatan ekspor dapat membuat berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan.
Alhasil, setiap triwulan di mana suku bunga tetap tinggi mengakibatkan semakin banyak negara berkembang yang tertekan dan menghadapi pilihan yang sulit untuk melunasi utang publiknya atau berinvestasi pada bidang kesehatan masyarakat, pendidikan, dan infrastruktur.
"Situasi ini memerlukan tindakan yang cepat dan terkoordinasi dari pemerintah debitur, swasta dan negara-negara berkembang," tegasnya.
Indonesia sebagai negara berkembang tercatat memiliki utang sebesar Rp8.041,01 triliun per November. Kementerian Keuangan mencatat utang ini naik tipis dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.950,52 triliun.
"Jumlah utang Pemerintah pada periode ini mencapai Rp8.041,01 triliun dengan rasio utang terhadap PDB 38,11%," tulis Kemenkeu dalam buku APBN Kita.
Rasio Utang
Melansir CNN Indonesia, rasio utang Indonesia yang berada di 38,11% ini tercatat aman.
Peraturan perundan-undangan, sesuai dengan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang Pemerintah adalah maksimal 60% dari PDB.
"Rasio ini juga masih lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2023- 2026 di kisaran 40%," ungkap Kemenkeu dalam buku APBN KITA edisi akhir tahun 2023.
Selain itu, Kemenkeu menegaskan pemerintah mengelola utang yang disiplin menopang hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit di 2023 yang tetap mempertahankan rating sovereign Indonesia pada level investment grade (S&P dan Fitch (BBB/Stable), R&I (BBB+/ positive)) di tengah dinamika perekonomian global saat ini.
Kemenkeu juga mengklaim pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang secara cermat dan terukur lewat komposisi mata uang, suku bunga, serta jatuh tempo yang optimal.
Menurut Kemenkeu, utang luar negeri sebagai pelengkap, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,91%.
Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 88,61 persen. Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
"Per periode ini, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ ATM) di kisaran 8 tahun," tegas Kemenkeu.
Sejalan dengan hal tersebut, kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya mencapai 2,95 persen menjadi 7,69 persen pada periode ini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya pernah memastikan bahwa rasio utang Indonesia paling rendah di antara negara G20 dan Asia Tenggara.
Hal ini disampaikan Jokowi dalam rangka Penyampaian RUU APBN 2024 dan Nota Keuangan, di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, (16/8/2023)
"Rasio utang Indonesia juga salah satu yang paling rendah di antara kelompok negara G20 dan ASEAN, bahkan sudah menurun dari 40,7% PDB di tahun 2021 menjadi 37,8% di Juli 2023. Sebagai perbandingan,rasio utang Malaysia saat ini di tingkat 66,3% PDB, Tiongkok 77,1%, dan India 83,1%," paparnya.
Bahkan, defisit fiskal Indonesia sudah kembali di bawah 3% PDB, satu tahun lebih cepat dari rencana awal," terang Jokowi. Jokowi menyatakan defisit fiskal di India yang mencapai 9,6% PDB per tahun 2022, Jepang 7,8%,Tiongkok 7,5%, Amerika Serikat 5,5%, dan Malaysia 5,3%.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]