“Kalau Pak Presiden ingin Bulog itu punya minimal 3 juta ton stok beras, kalau penugasan dari Badan Pangan (ke Bulog) kan 2 juta ton, kenapa 2 juta ton? Karena 1,2 juta tonnya itu dipakai untuk SPHP (beras stabilisasi pasokan dan harga pangan), kemudian kita juga punya bantuan pangan (10 kg beras) untuk 22 KPM Januari sampai Juni 2024,” kata Arief lagi.
Sementara itu, terkait importasi beras, Arief menuturkan langkah itu dilakukan secara terukur dan tidak akan mempengaruhi harga gabah kering di tingkat petani.
Baca Juga:
Bulog Bali Alokasikan 15 Ribu Ton Beras Hingga Juni 2024 untuk Program Pangan
“Importasi itu dilakukan oleh Bulog, seandainya tetap berjalan pun itu masuk ke gudang (Bulog) dan disimpan. Jadi tidak ada kaitannya dengan harga di tingkat petani. Kalau harga di tingkat petani sekarang ini jatuh karena panennya barengan, kemudian basah dan kapasitas dryer,” kata Arief.
Bapanas memberlakukan fleksibilitas bagi Perum Bulog untuk harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) di tingkat petani, menjadi Rp6.000 per kilogram (kg) dari yang sebelumnya Rp5.000 per kg yang diberlakukan mulai diberlakukan sejak 3 April 2024 hingga 30 Juni 2024.
“Kami putuskan adanya fleksibilitas HPP bagi Bulog. Ini agar Bulog dapat meningkatkan stok CBP (cadangan beras pemerintah) yang berasal dari produksi dalam negeri, jadi tidak hanya bersumber dari importasi saja,” kata Arief.
Baca Juga:
Bakamla RI Selenggarakan 9th Review Meeting on MoU Common Guidelines RI-Malaysia
Dia menjelaskan fleksibilitas HPP gabah dan beras yang diterapkan bagi Perum Bulog, yakni gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang sebelumnya Rp5.000 per kilogram (kg) difleksibelkan menjadi Rp6.000 per kg. Selanjutnya gabah kering giling (GKG) di gudang Perum Bulog yang sebelumnya Rp6.300 per kg mengalami fleksibilitas menjadi Rp7.400 per kg.
Sementara HPP beras di gudang Perum Bulog dengan derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air 14 persen, butir patah maksimal 20 persen, dan butir menir maksimal 2 persen yang sebelumnya Rp9.950 per kg difleksibelkan menjadi Rp11.000 per kg.
“Tentu dengan adanya fleksibilitas harga bagi Bulog ini akan menjadi safety net bagi para sedulur petani, agar harga dapat terjaga dengan baik. Tatkala produksi kian meningkat, tentu akan mempengaruhi harga,” ujar Arief.