WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sektor perumahan yang selama ini dipandang sebelah mata oleh kalangan ekonomi justru diyakini Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai mesin penggerak pertumbuhan nasional.
Ia menilai sektor ini mampu mengerek angka ekonomi hingga menyentuh 5,7 persen hanya dengan “sambil tidur” jika seluruh instrumen negara bergerak cepat dan tanpa hambatan birokrasi.
Baca Juga:
Satu Tahun Prabowo-Gibran, Mesin Ekonomi Nasional Diklaim Melaju Stabil
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara terbuka menyampaikan optimisme dan ambisinya bahwa pertumbuhan ekonomi nasional bisa menembus 5,6 hingga 5,7 persen pada Kuartal IV-2025.
Hal itu ia sampaikan apabila seluruh program perumahan rakyat dijalankan tanpa tersendat oleh prosedur yang tidak efisien pada Selasa (14/10/2025) di sela rapat koordinasi bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait.
“Iya saya yakin kalau program beliau, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait jalan, sekitar 5,6–5,7 persen sambil tidur saya bisa dapat,” ujar Purbaya menjawab Kompas.com, menegaskan keyakinannya bahwa sektor yang selama ini dianggap sosial justru menyimpan daya ungkit ekonomi terbesar.
Baca Juga:
Kuota Rumah Subsidi di Medan Bertambah! Kabar Gembira untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Keyakinan tersebut bukan bertumpu pada komoditas ekspor maupun investasi asing, tetapi pada dapur industri perumahan rakyat yang melibatkan jutaan tenaga kerja dari sektor hulu hingga hilir dan menciptakan perputaran konsumsi domestik dalam jumlah masif.
Purbaya menjelaskan bahwa suntikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke sektor perumahan tahun depan mencapai angka yang belum pernah terjadi sebelumnya di Republik ini, menjadikan pembangunan 3 juta rumah sebagai proyek strategis negara yang berdampak ganda pada pertumbuhan.
Di antaranya, pemerintah memastikan bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tetap stabil di 5 persen agar Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tetap dapat mengakses kepemilikan rumah tanpa terbebani biaya cicilan yang tinggi.
Pemerintah juga menetapkan kuota rumah subsidi tahun depan mencapai 350.000 unit yang diprediksi mampu membuka minimal 1,65 juta lapangan kerja baru mulai dari pabrik material bangunan, transportasi logistik, hingga buruh bangunan di wilayah-wilayah konstruksi.
Bukan hanya membangun rumah baru, anggaran renovasi untuk rumah tidak layak huni melalui skema Bantuan Stimulus Perumahan Swadaya (BSPS) juga melonjak signifikan dari hanya 45.000 unit menjadi 400.000 unit pada tahun mendatang.
Dengan demikian, total intervensi APBN untuk pembangunan dan renovasi 790.000 rumah sepanjang 2026 akan membawa Indonesia semakin dekat pada target nasional penyediaan 3 juta rumah layak huni bagi rakyat.
“Kontribusi perumahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) amat signifikan, karena dari situ kan bukan rumah saja, ada konsumsi, rumah itu dianggap investasi, jadi di segala sisi naik semua,” jelas Purbaya, menandaskan bahwa perumahan adalah sektor berganda yang dapat menggerakkan ekonomi lebih cepat dibanding proyek-proyek lain.
Optimisme yang dibangun ini bukan sekadar retorika karena pemerintah juga bergerak cepat mengatasi hambatan utama yang selama ini menjadi duri di sektor pembiayaan warga miskin yakni masalah SLIK OJK dan ketersediaan lahan negara yang terbengkalai.
Maruarar Sirait melaporkan adanya 111.000 calon penerima KPR yang terganjal SLIK OJK hanya karena tunggakan kecil di bawah Rp 1 juta yang membuat mereka otomatis tersaring dari sistem BI Checking.
Purbaya merespons cepat dengan menjadwalkan pertemuan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam waktu seminggu ke depan untuk mencari solusi dan memutihkan tunggakan administrasi kecil tersebut demi mempercepat penyerapan KPR rakyat secara instan.
Selain itu, Purbaya juga menyetujui permintaan Kementerian PKP untuk memanfaatkan aset tanah negara yang selama ini dikuasai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) termasuk lahan seluas 37 hektare yang disebut siap dialokasikan untuk program perumahan asalkan proses balik nama dari Badan Pertanahan Nasional dapat dipercepat.
Tidak hanya berbicara soal pembangunan fisik, Purbaya juga mendukung penuh rencana Maruarar untuk menaikkan standar kualitas hunian bagi MBR dan kelas menengah tanggung agar lebih manusiawi dan sesuai kebutuhan hidup modern.
Unit rumah vertikal atau apartemen yang selama ini hanya berukuran 36 meter persegi akan diusulkan menjadi 45 meter persegi, memberikan ruang hidup yang lebih layak bagi keluarga pekerja yang selama ini hidup dalam hunian sempit.
Untuk itu, skema pembiayaan hibrida akan diterapkan dengan memadukan subsidi FLPP dan KPR komersial guna menciptakan subsidi silang agar segmen kelas menengah tanggung yang selama ini tidak masuk kategori MBR juga dapat memiliki rumah pertama.
Kombinasi antara dukungan finansial besar-besaran dari APBN, pembenahan regulasi pembiayaan melalui pemutihan SLIK OJK, pemanfaatan aset negara, dan reformasi standar hunian menegaskan keyakinan Purbaya bahwa sektor perumahan akan menjadi lokomotif ekonomi baru Indonesia yang lebih fundamental dan berkelanjutan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]