WahanaNews.co | Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) melakukan penindakan pada produsen pangan dan obat tradisional ilegal di wilayah Bandung dan Bogor, Jawa Barat.
Hasil penindakan menunjukkan, pangan dan obat tradisional mengandung bahan kimia obat.
Baca Juga:
Terpidana Kopi Sianida Jessica Wongso Bebas Hari Ini, Apa Maksud Bebas Bersyarat?
Kepala Badan POM, Penny K. Lukito mengatakan bahan kimia obat yang terkandung dalam pangan dan obat tradisional tersebut ialah sildenafil dan paracetamol.
"Tentunya diketahui oleh masyarakat ini adalah bentuk obat untuk meningkatkan stamina siapapun yang mengkonsumsinya, terutama laki-laki," ungkapnya dalam konferensi pers, Jumat (4/3).
Penny menjelaskan, penggunaan bahan kimia obat dalam pangan dan obat tradisional sangat berisiko bagi kesehatan masyarakat. Seperti dapat menimbulkan gangguan jantung, gangguan hati, kanker, mempengaruhi alat reproduksi, bahkan menyebabkan kematian.
Baca Juga:
Dorong Optimalisasi SRG: Lagi, Kopi dari SRG Subang Merambah Pasar Uni Emirat Arab
Penindakan produsen pangan dan obat tradisional ilegal ini berawal dari patroli siber di e-commerce. Badan POM kemudian menemukan sejumlah tautan yang menjual produk pangan jenis kopi untuk stamina pria. Produk pangan tersebut mengklaim telah mendapat izin edar dari Badan POM.
"Hasil operasi menemukan beberapa barang bukti, yaitu barang produksi bahan-bahan baku, dengan rincian satu bahan baku paracetamol dan sildenafil sebanyak lebih dari 30 kg," jelasnya.
Selain itu, Badan POM juga menemukan bahan baku ruahan setengah jadi lebih dari 5 kg. Kemudian produk jadi pangan mengandung bahan kimia obat terdiri dari 15 jenis dengan total sekitar 5.800 pieces, obat tradisional mengandung bahan kimia obat 36 jenis sebanyak 18.200 pieces. Total hasil penindakan ini ditaksir Rp1,5 miliar.
Penny menyebut, kasus produksi pangan dan obat tradisional mengandung bahan kimia obat sudah masuk tahap pengadilan. Dua orang ditetapkan tersangka dan divonis 8 bulan penjara.
Mereka terbukti memproduksi pangan dan obat tradisional tanpa melalui cara pembuatan obat yang baik serta memalsukan izin edar dari Badan POM. Karena itu, mereka dikenakan Pasal 196 dan 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan serta Pasal 136 dan 140 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
"Pasal 196, 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan pindana penjara 15 tahun paling banyak dan denda paling banyak Rp1,5 miliar. Kemudian UU Tentang Pangan pindana penjara 5 tahun paling banyak dan denda paling banyak Rp10 miliar," tutupnya. [rin]