WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ekosistem baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) berbasis lithium di Indonesia dinilai Dewan Ekonomi Nasional (DEN) sudah lebih lengkap, bahkan bila dibandingkan dengan Korea Selatan, hingga Jepang.
Tapi sayangnya, ekosistem di Indonesia itu belum sinkron, sehingga pengembangan baterai EV itu belum berjalan signifikan.
Baca Juga:
Gandeng Sederet Startup Terkemuka, PLN Proyeksikan Bangun Ekosistem Energi Hijau
Anggota DEN, Septian Hario Seto mengungkapkan hal itu bisa lebih baik lagi bila Indonesia mensinkronisasi antara sektor industrialisasi dengan sektor hilirisasi yang sudah ada di dalam negeri.
"Di luar Tiongkok, ekosistem lithium battery di Indonesia itu salah satu yang paling lengkap. Even Korea, Jepang, masih agak ketinggalan dibandingkan kita untuk ini. Jadi saya kira stepnya sudah cukup bagus untuk hilirisasi mineral, tinggal tadi bagaimana kita menjaga konsistensi dan sinkronisasi kebijakannya. Jadi jangan berubah-berubah, saya kira ini satu hal yang penting," jelasnya dalam acara MINDialogue Hilirisasi dan Industrialisasi Strategi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045, dikutip Jumat (10/1/2025) melansir CNBC Indonesia.
Seto menilai, Indonesia tidak boleh berpuas diri dengan masuknya berbagai industri dan investor asing ke dalam negeri. Indonesia sendiri dinilai harus sadar atas nilai tambah yang bisa didapatkan bila sektor hilirisasi dan industrialisasi di dalam negeri didorong hingga akhir.
Baca Juga:
Komponen Penting Baterai Kendaraan Listrik, Harta Karun Langka RI Incaran Asing
"Jadi kita tidak hanya berpuas industri-nya sudah masuk, investor-nya sudah masuk, tapi kita gak punya pengembangan teknologi di dalam negeri. Nah, saya kira yang terakhir ini juga satu hal yang penting adalah kalau kita mau mendorong hilirisasi-nya sampai ke hilir, industrialisasi-nya sampai ke hilir, kita harus tahu value added-nya," tambahnya.
Dia menekankan bahwa industrialisasi dan hilirisasi harus dipandang sebagai satu kesatuan. Hal itu menyangkut pada komoditas tambang yang saling bersinggungan satu sama lain termasuk pada sektor baterai kendaraan listrik.
"Jadi jangan kita melihat hilirisasi atau industrialisasi-nya itu piece by piece atau commodity by commodity. Ini contohnya kalau bisa dilihat, ini adalah bagaimana kalau kita mau membangun supply chain lithium battery. Itu tidak hanya butuh nikel, kita butuh tembaga, kita butuh aluminium, kita butuh mangan, kita butuh kobalt, kita butuh lithium, terus kita butuh berbagai teknologi yang berbeda-beda," imbuhnya.
Dengan begitu, Seto menilai sektor hilirisasi di Indonesia sejatinya sudah cukup lengkap untuk bisa didorong pada sektor industrialisasi yang masih harus disinkronisasi dalam negeri.
[Redaktur: Alpredo Gultom]