WahanaNews.co | Indonesia termasuk negara yang punya utang ke China. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa utang pemerintah Indonesia ke negara-negara luar (ULN) mengalami penurunan drastis selama empat bulan beruntun.
Berdasarkan catatan BI ULN pada akhir Juni sebesar US$ 403 miliar atau sekitar Rp 5.919 triliun (kurs Rp 14.688/US$). Jumlah tersebut turun dari bulan sebelumnya yang lebih dari US$ 406 miliar.
Baca Juga:
Utang Luar Negeri Indonesia Turun, Tersisa USD395,1 Miliar
Jika dilihat secara kuartalan, ULN pada kuartal II-2022 mengalami kontraksi sebesar 2,33% dari kuartal I-2022. Sementara jika dilihat dari kuartal II-2021, kontraksi tercatat sebesar 3,4% (year-on-year/yoy), lebih besar dari kuartal sebelumnya yang mengalami kontraksi 0,9% (yoy).
"Posisi ULN pemerintah pada triwulan II-2022 sebesar 187,3 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada triwulan sebelumnya sebesar 196,2 miliar dolar AS. Secara tahunan, ULN Pemerintah mengalami kontraksi sebesar 8,6% (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,4% (yoy)," tulis BI dalam keterangan resminya.
Lebih lanjut, dari lima negara pemberi pinjaman terbesar, utang ke China yang mengalami penurunan paling signifikan pada Juni.
Baca Juga:
BI Catat Utang Luar Negeri Indonesia Capai Rp6.090 Triliun Pada Juli 2023
Data dari BI menunjukkan posisi ULN ke China turun US$ 1,06 miliar pada Juni menjadi sebesar US$ 20,788 miliar atau sekitar Rp 305,3 triliun dari bulan sebelumnya.
China merupakan negara dengan pemberi pinjaman terbesar keempat. Di mana di atasnya ada Singapura, Amerika Serikat, dan Jepang. Sementara di urutan kelima ada Hong Kong.
ULN Indonesia ke semua negara tersebut mengalami penurunan meski tidak besar. Selain ke China, penurunan ULN yang besar juga terjadi ke Jepang yakni sekitar US$ 932 juta menjadi US$ 24,47 miliar.
Adapun ULN ke Amerika Serikat mengalami penurunan tipis US$ 45 juta saja, meski demikian sudah berkurang dalam dua bulan beruntun. Sebelum menurun, pada April lalu ULN ke Amerika Serikat mencapai US$ 34,9 miliar yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
Sementara itu, posisi ULN swasta pada akhir kuartal II-2022 tercatat US$ 207,1 miliar, turun tipis dari kuartal I-2022 sebesar US$ 207,4 miliar. Jika dibandingkan kuartal 2021, ULN swasta terkontraksi sebesar 1,1% (yoy).
ULN swasta tercatat menurun 2 bulan beruntun. Utang sektor swasta ke China juga terus mengalami penurunan. Pada akhir Juni, ULN ke China tercatat sebesar US$ 19,2 miliar, berkurang dari bulan sebelumnya US$ 20,27 miliar.
"Penurunan posisi ULN Pemerintah antara lain karena adanya pelunasan pinjaman bilateral, komersial, dan multilateral yang jatuh tempo selama periode April hingga Juni 2022. Pelunasan Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang jatuh tempo juga turut mendukung penurunan ULN Pemerintah di triwulan laporan," tulis BI.
Pada kuartal II-2022, pemerintah tercatat membayar pinjaman bilateral nyaris US$ 600 juta, pinjaman komersial US$ 173 juta, dan multilateral sebesar US$ 769 juta. Sementara nilai SBN jatuh tempo pada kuartal II-2022 sebesar US$ 2,5 miliar, dengan rincian US$ 1,98 miliar pokok, dan US$ 523 juta bunga.
Selain itu menurut BI, volatilitas di pasar keuangan global yang cenderung tinggi juga berpengaruh pada perpindahan investasi SBN domestik ke instrumen lain, sehingga mengurangi porsi kepemilikan investor nonresiden pada SBN domestik.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), pada akhir Juni, porsi investor asing di pasar SBN hanya 16,09%, lebih rendah dari akhir Maret sebesar 17,57%.
BI menyebut, ULN Indonesia pada triwulan II-2022 tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 31,8%, menurun dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 33,8%.
Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 86,7% dari total ULN. [qnt]