WahanaNews.co | Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Mahendra Sinulingga merespons isu terkait Kereta Api (KA) Argo Parahyangan yang akan 'disuntik mati' sebagai akibat mulai beroperasinya Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tahun depan.
Arya menjelaskan, sejauh ini pemerintah masih berada di tahap pembahasan terkait hal tersebut.
Baca Juga:
Korupsi Proyek Perkeretaapian, Anggota Pokja di Purwokerto Terima Sejumlah Uang
"Sejauh ini masih pembahasan, ya. Kan, masih lama, masih bulan 7 [operasi KCJB]. Jadi, belum ada [keputusan] untuk menyetop dan sebagainya," ujar Arya, beberapa waktu lalu.
Sejak isu nasib KA Argo Parahyangan tersebut mulai tersebar, sebagian besar warganet mengaku sedih dan merasa kehilangan. Sebab, kereta api antarkota yang melayani trayek Jakarta-Bandung (pergi pulang) ini menjadi salah satu andalan masyarakat.
Lantas, bagaimanakah sejarah dari KA Argo Parahyangan?
Baca Juga:
Budaya 'Terobos Palang' Kereta Kian Marak, Ini Pemicunya dari Kacamata Sosiologi
Pada 31 Juli 1971, Perusahaan Nasional Kereta Api (PNKA) yang saat ini menjadi PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) meluncurkan KA Parahyangan yang saat ini ternyata menjadi salah satu legenda dalam sejarah perkeretaapian Indonesia.
Pada dinas pertama kalinya, KA Parahyangan membawa rangkaian penuh Kelas Dua (K2) atau kelas bisnis. Diketahui, kata 'Parahyangan' berasal dari bahasa Sunda yang memiliki arti tempat bersemayamnya para dewa.
Pada 1980-an, KA Parahyangan mulai menjadi pilihan utama masyarakat yang hendak melakukan perjalanan pada trayek Jakarta-Bandung. Terlebih, pada saat ini KA Parahyangan mulai membawa rangkaian Kelas Satu (K1) atau kelas eksekutif. Saking populernya, KA Parahyangan sempat membawa 14 kereta dalam satu rangkaian.