WahanaNews.co | Handayani adalah Direktur Konsumer BRI yang punya perjalanan karier inspiratif.
Sebelum bekerja di bank, ia ternyata adalah lulusan kedokteran gigi.
Baca Juga:
Meraup Ribuan Berkah Ramadan, BRI Rawamangun Salurkan Ratusan Paket Iftar Takjil Berbuka
Bertekad untuk sukses dalam dunia perbankan, ia berusaha melewati berbagai rintangan, termasuk belajar dari awal hingga menghadapi lingkungan kerja yang didominasi pria.
Baru-baru ini, Handayani menceritakan kisah suksesnya dalam acara Ngobrol Sore Semaunya di YouTube "CXO Media".
Dalam wawancara yang dipandu Putri Tanjung tersebut, ia mengungkap perjalanannya hingga mencapai posisi sekarang.
Baca Juga:
BRI Siapkan Rp32,8 Triliun untuk Kebutuhan Uang Tunai Masyarakat Selama Libur Lebaran 2025
Tidak mudah, ia mengaku perlu melakukan usaha ekstra sebagai wanita.
Salah satunya adalah dengan menantang diri sendiri agar bisa mendapatkan penghasilan dan posisi potensial, meski datang dari jurusan yang bertolak belakang.
"Dentist adalah cita-cita ibu saya yang background keluarganya dokter. Kakakku nggak mau jadi dokter, jadi ya terpaksa saya, buat saya membahagiakan orangtua itu pahala kan ya, karena doanya bisa bikin kita lebih sukses. Tapi, karena nggak terlalu suka, jadi dicepetin selesainya, kurang empat tahun, belum pernah ada waktu itu," ungkapnya, mengenai alasan memilih kedokteran gigi.
Perjalanan karier Handayani di dunia perbankan dimulai ketika Paket Kebijaksanaan Oktober (Pakto) 1988 dicetuskan, di mana semua lulusan dari jurusan apapun diperbolehkan untuk mencoba bekerja di bank.
Ia pun memilih untuk mengikuti Management Development Program dan ketika itu termotivasi untuk dapat peringkat tinggi karena berpengaruh pada gaji.
"Bagi saya itu tantangan. Walau harus belajar tiga kali lipat karena debet, kredit, rugi laba kan nggak ada di kedokteran gigi. Dari situ saya belajar nggak ada yang bisa dipelajari. Itu menjadi sebuah pola dalam meniti karier," kisahnya.
"Jadi punya milestone. Saya tuh nggak boleh lebih dari 10 tahun untuk bisa di posisi A atau saya harus umur 30 sudah harus jadi at least AVP, di bawah 40 harus sudah jadi VP. Itu menjadi target yang kita sendiri yang harus conquer sendiri dengan apa dengan membuktikan prestasi pastinya dan itu tidak mudah untuk perempuan," jelas Handayani.
Diakuinya, memang banyak tantangan untuk mencapai posisi tinggi dalam dunia kerja yang didominasi oleh pria.
Wanita itu sendiri sempat dipandang sebelah mata.
Ia mengaku, tak jarang wanita juga sering dibilang cerewet.
Padahal, menurutnya, wajar jika wanita lebih detail karena terbiasa mengurusi berbagai hal.
Justru hal itu adalah kelebihan mereka dalam memimpin yang seharusnya bisa dimanfaatkan.
Selain dibilang cerewet, dari pengalamannya wanita juga sering disebut suka melebihkan permasalahan.
Tapi, ia kembali melihatnya sebagai sebuah keuntungan dalam memecahkan masalah.
Lalu, bagaimana cara Handayani melewati itu semua?
"Yang penting kuncinya kita harus membuktikan dengan opportunity yang ada. Melihat perempuan lain yang berprestasi jangan malah merasa tersaingi tapi harus bergandengan tangan supaya bisa sama-sama lebih perform," kata Handayani.
Sebagai penutup, Handayani pun memberikan sarannya pada wanita yang bercita-cita untuk menjadi pemimpin.
Ia menilai penting untuk menjadi panutan demi menciptakan pemimpin-pemimpin dengan pengetahuan dan empati yang lebih baik ke depannya.
"Yang penting pantang menyerah dan tidak pernah berhenti belajar untuk melatih kompetensi kita karen kadang kita yang harus menantang diri sendiri. Be confident, if you want to be a leader, confidence with yourself first before conquer challenge ke depannya," tuturnya. [qnt]