WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ekonom INDEF Aviliani menyoroti sekitar 57 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang belum patuh dalam membayar pajak.
Menurutnya, angka pelaku UMKM yang patuh membayar pajak 0,5 persen masih sangat kecil.
Baca Juga:
Rasa Aman, Lingkungan Yang Nyaman, Dan Relasi Sosial Yang Erat Menjadi Pondasi BATINIAH Yang Membuat Masyarakat Tetap Bahagia Meski Tantangan Ekonomi Datang Silih Berganti
"Potensinya kalau dihitung-hitung UMKM itu masih sekitar 57 juta yang mungkin belum bayar pajak secara baik, karena masih relatif sangat kecil yang sudah membayar pajak. Potensinya masih sekitar Rp56 triliun dari (pajak) UMKM, kalau itu menggunakan (tarif Pajak Penghasilan/PPh) 0,5 persen," tuturnya dalam Webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta via Zoom, Selasa (26/8/2025).
"UMKM kita itu jumlahnya sangat besar, diperkirakan PDB (produk domestik bruto) kita itu 60 persen dari UMKM. UMKM itu bukan yang selalu harus dikasihani, tetapi semua itu memang punya kewajiban terhadap negara dalam membayar pajak," tegas Aviliani.
Ia menilai sebenarnya negara sudah memberikan kemudahan terhadap pelaku UMKM dalam membayar pajak. Aviliani mencontohkan bahwa tarif PPh yang ditetapkan pemerintah hanya 0,5 persen, itu pun berlaku untuk UMKM dengan omzet tak lebih dari Rp4,8 miliar per tahun.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Dukung UMKM Sebagai Motor Ekonomi Danau Toba
Namun, Aviliani menyayangkan kepatuhan UMKM dalam membayar pajak masih rendah. Ia kemudian menyarankan pemerintah agar tak lama-lama menerapkan tarif PPh Final 0,5 persen bagi usaha 'wong cilik' tersebut. Ada potensi moral hazard andai tarif pajak yang diberlakukan untuk UMKM tak dinaikkan. Ia menilai ada peluang oknum-oknum yang berpeluang mengakali aturan perpajakan tersebut.
"Mereka bisa membuat perusahaan banyak dengan (omzet maksimal) Rp4,8 miliar, bikin lagi perusahaan Rp4,8 miliar. Jadi, UMKM yang bertambah itu jangan-jangan karena ada pemisahan dari omzet, dibandingkan tumbuhnya UMKM sehingga itu akan merugikan pelaku lain," wanti-wanti sang ekonom.
"Kenapa UMKM gak naik kelas? Karena business model yang diciptakan di UMKM kita ini selalu hanya subsidi, subsidi, subsidi. Sebenarnya business model yang harus dilakukan adalah menggendong mereka, bukan hanya memberikan subsidi. Contohnya, kalau kita lihat di beberapa negara kenapa UMKM berhasil, karena mereka digendong usaha besar, yaitu menjadi bagian ekosistem atau yang disebut dengan offtaker," jelas Aviliani.