Sementara, pelanggan pemerintah P1 dengan daya 6.600 VA hingga 200 kVA dan P3 tarifnya disesuaikan dari Rp1.444,70 per kWh menjadi Rp1.699,53 per kWh, dengan kenaikan rekening rata-rata sebesar Rp978 ribu per bulan untuk pelanggan P1 dan Rp271 ribu per bulan untuk pelanggan P3.
Pelanggan Pemerintah P2 dengan daya di atas 200 kVA tarifnya disesuaikan dari Rp1.114,74 per kWh menjadi Rp1.522,88 per kWh, dengan kenaikan rekening rata-rata sebesar Rp38,5 juta per bulan.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu mengatakan, kebijakan tarif listrik ini diharapkan memberikan keadilan yang merata bagi seluruh masyarakat.
"Perlu diingat bahwa pemberlakuan (kenaikan) ini tak menyentuh saudara-saudara kita yang diberikan subsidi, terutama yang masuk golongan tak mampu. Ini hanya untuk (golongan) R2, R3 dan pemerintah," tuturnya.
Direktur Energy Wacth Mamit Setiawan menilai kebijakan tarif ini sudah tepat. Kenaikan dilakukan di tengah indikasi naiknya biaya produksi yang memang menjadi syarat untuk menyesuaikan tarif listrik.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Langkah ini menurutnya juga sebagai salah satu upaya untuk menghemat beban kompensasi yang harus dibayarkan kepada PLN. Ini juga meringankan PLN yang harus menanggung terlebih dahulu biaya tersebut.
"Jadi saya kira ini memang langkah yang cukup tepat meskipun memang masih ada pro-kontra. Namanya kebijakan memang tidak ada yang sempurna, apapun kebijakan itu pasti akan mendapat reaksi publik," tandasnya.
Kendati demikian, Mamit meminta PLN tetap efisien dalam menjalankan usahanya. "Perlu ada tata kelola organisasi PLN. Selain itu, pemerintah juga harus melindungi PLN terkait DMO batu bara," ujarnya.