WahanaNews.co | Petani di Desa Daya Kesuma, Kecamatan Muara Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, melaksanakan praktik pertanian ramah lingkungan untuk penanaman jagung.
Praktik ramah lingkungan di atas lahan gambut seluas 3 hektare melalui penyiapan lahan tanpa bakar dan penggunaan bahan organik, seperti pupuk organik.
Baca Juga:
Indonesia Perkokoh Peran Komunitas dalam Fungsi Kredit Karbon
Plt Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Banyuasin, Edil Fitri mengatakan, kebiasaan petani menggunakan pupuk kimia dan pestisida di kebun dan lahan mereka sulit dihilangkan.
Namun ini juga yang membuat petani kesulitan saat pupuk mengalami kenaikan harga.
Oleh karena itu, pemerintah bekerjasama dengan multi pihak untuk mencari solusi terhadap permasalahan tersebut.
Baca Juga:
Tekan Emisi Gas, KLHK Kembangkan Tanaman Bioenergi Sumber EBT
"Banyuasin pun terpilih menjadi satu dari dua kabupaten di Sumsel yang laksanakan proyek percontohan pertanian ramah lingkungan,” jelasnya, Jumat (15/7/2022).
Edil mengatakan, pihaknya sudah lama menantikan adanya upaya mencari solusi mengurangi atau mengganti penggunaan pupuk kimia dan pestisida.
"Dengan adanya proyek percontohan ini, harapan kami masyarakat bisa memanfaatkan dan serap semua ilmu dalam pelatihan pembuatan pupuk organik dan metode bertanam dan berkebun dengan pupuk organik ramah lingkungan itu," jelasnya.
Dia mengemukakan pengembangan pertanian ramah lingkungan juga mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, salah satunya ICRAF Indonesia, melalui program Peat-IMPACTS.
Kabupaten Banyuasin memiliki lahan gambut seluas 295.800 hektare atau 13 persen dari total lahan gambut di Sumsel. Mayoritas lahan gambut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bercocok tanam padi.
Edil menjelaskan, di Banyuasin ada dua desa yang menjadi lokasi proyek percontohan. Tak hanya di Desa Daya Kesuma, hal yang sama juga dilakukan di Desa Baru Kecamatan Rambutan.
"Jika petani sudah menerapkan pertanian ramah lingkungan, tentunya tujuan akhirnya akan mampu memulihkan fungsi lingkungan dan menciptakan opsi penghidupan bernilai ekonomi di sekitar lahan gambut," jelasnya.
Apalagi, kata dia, Desa Daya Kesuma dan Desa Baru berada di atas lahan gambut yang memang sudah seharusnya memanfaatkan pertanian ramah lingkungan.
Kepala Desa Daya Kesuma, Jumali mengatakan, di desa tersebut ada 16 kelompok petani yang memang fokus utamanya adalah tanam jagung.
"Kami selama ini menggunakan pupuk kimia, sebelum ICRAF dan semua pihak terkait datang yang memberikan pelatihan pembuatan pupuk kompos,” katanya.
Oleh karena itu, para petani di Desa Daya Kesuma mengaku antusias dengan adanya proyek pertanian ramah lingkungan itu.
Sementara itu, Gerhard Manurung, perwakilan ICRAF untuk proyek Peat-IMPACTS Indonesia, mengatakan pengembangan pertanian ramah lingkungan dilakukan bisa melalui beberapa cara. Dimulai dari penyiapan lahan tanpa bakar dan penggunaan pupuk organik.
"Untuk mewujudkan pertanian ramah lingkungan ini, peran masyarakat desa dan mitra atau pihak lain seperti lembaga pemerintah, perusahaan, pedagang, penyuluh, dan lainnya dalam mengelola lahan gambut maupun lahan di sekitarnya sangat penting," kata dia.
Menurutnya penguatan kapasitas untuk mendukung pertanian ramah lingkungan juga sangat penting.
"Hasil yang kita harapkan adalah peningkatan penghidupan petani yang dibarengi dengan terjaganya fungsi ekosistem gambut, terutama pengurangan kejadian kebakaran lahan," terangnya.
Gerhard mengemukakan Desa Daya Kesuma adalah satu dari 34 desa yang menjadi lokasi penelitian Peat-IMPACTS di Sumsel. [qnt]