WahanaNews.co | Dengan memanfaatkan luas lahan yang terbatas di kawasan Agro Eduksi Wisata Ragunan Jakarta Selatan, kelompok tani ini berhasil membuat sayuran bisa panen satu hingga dua kali dalam satu bulan.
Para petani ini menggunakan fasilitas kontainer 20 kaki (feet) sumbangan program PLN peduli dari PLN UID Jakarta Raya untuk mengembangkan budi daya sayuran pakcoi dan sawi.
Baca Juga:
Prabowo Tinjau Langsung Panen Padi di Merauke
Tak hanya itu, stroberi pun dapat ditanam dengan memanfaatkan spektrum sinar lampu sebagai pengganti matahari.
Dengan cara ini, tanaman dipaksa untuk berfotosintesis setiap hari yang membuat panen bisa lebih singkat karena umumnya untuk sayuran seperti pakcoi baru bisa panen 40 hingga 50 hari.
Menurut Ketua Kelompok Tani Rumpaka Jakarta Selatan Jaya Zakaria ,banyak keuntungan dengan bertani di dalam kontainer.
Baca Juga:
Dinas Pertanian Kubu Raya Rencanakan Penanaman Padi 69.462 Ton Tahun 2024
Pertama dengan memanfaatkan pendingin ruangan, tanaman bisa dikembangkan sesuai dengan habitat aslinya.
“Dengan budi daya di dalam kontainer membuat tanaman bebas dari kemungkinan terkena hama dan penyakit, serta yang lebih penting tidak lagi bergantung kepada cuaca,” ujarnya, belum lama ini.
Mungkin yang masih diperhitungkan tanaman yang dikembangkan di dalam kontainer sepenuhnya bergantung kepada aliran listrik sehingga harus dipastikan listriknya selalu stabil.
Kemudian yang juga masih dihitung sampai saat ini berapa keuntungan yang di dapat dengan panen lebih cepat berikut biaya operasi dan pemeliharaan.
Jaya mengungkap biaya-biaya yang harus ditanggung itu meliputi listrik pendingin ruangan berkapasitas satu daya kuda (paard kracht/PK), listrik spektrum pencahayaan, listrik sirkulasi air, pengadaan pupuk dan media tanam.
General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya Doddy B Pangaribuan mengatakan budidaya tanaman di dalam kontainer merupakan bagian dari binaan PLN Peduli.
“PLN merasa terpanggil dengan sumber daya yang dimiliki untuk berupaya meningkatkan ketahanan pangan di DKI Jakarta yang selama ini terkendala lahan yang terbatas,” ungkapnya.
Meski baru proyek pilot, harapan Doddy apabila Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan petani merasakan manfaat dari teknologi itu maka dapat dikembangkan di lokasi lain.
Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi Ketahanan Pangan dan Pertanian Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta Selatan Nila Kartina yang mengatakan sejauh ini sumber listrik masih numpang kepada Balai Penyuluh Pertanian.
Namun, berdasarkan hitung-hitungan sementara, budi daya seperti ini seharusnya dibarengi dengan tanaman-tanaman yang memiliki nilai jual yang tinggi agar bisa memberi manfaat kepada petani.
Terkait hal itu, Nila mengatakan Sudin KPKP secara proaktif selalu memberikan penyuluhan kepada kelompok tani di wilayahnya agar memiliki kemampuan bercocok tanam yang memiliki nilai jual lebih tinggi agar bisa memberikan keuntungan.
Sebagai contoh masih di kawasan tersebut juga tengah dilakukan uji coba pengembangan tanaman buah naga.
Tanaman itu menggunakan media luar ruang hanya saja menggunakan teknologi pencahayaan dan penyiraman yang juga mengandalkan listrik.
Hasilnya baru terlihat satu tahun kemudian mengingat tanaman buah naga baru berproduksi satu tahun kemudian.
Begitu juga program PLN Peduli di Agro Eduksi Wisata Ragunan baru berlangsung sejak Oktober 2021 sehingga untuk hitung-hitungan bisnis belum ketahuan.
Pertanyaan lainnya adalah apakah rasa dan fisik tanaman dalam kontainer berbeda dengan lahan biasa di luar ruang?
Ketua Kelompok Tani Rumpaka Jaya Zakaria mengatakan dari segi rasa dan fisik tanaman di dalam kontainer tidak ada perbedaan dengan yang dikembangkan di luar ruang.
“Sayuran yang dikembangkan di dalam kontainer justru sedikit lebih manis dibanding dengan tanaman yang di budidaya di luar ruangan. Bahkan untuk tanaman peria (pare) yang ditanam di dalam kontainer tidak terasa pahit,” paparnya.
Tak hanya itu, karena budi daya di dalam kontainer lebih higienis karena tidak terkena debu atau asap kendaraan maka hasil panen juga dapat langsung dikonsumsi baik untuk lalap maupun jus tanpa harus dimasak terlebih dulu.
Agro Edukasi Wisata Ragunan berlokasi di Jalan Poncol tepat di belakang Bumi Perkemahan Ragunan menempati areal seluas 2,2 hektare di bawah pengelolaan Balai Penyuluh Pertanian Jakarta Selatan.
Agro Edukasi Wisata Ragunan diresmikan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo pada Januari 2021.
Saat ini kawasan tersebut banyak dipergunakan bagi warga yang ingin belajar bertani di perkotaan atau dikenal sebagai "urban farming".
Jaya Zakaria mengaku bertanam dalam kontainer atau dikenal sebagai "green house" merupakan hal yang baru sehingga masih melakukan penyesuaian-penyesuaian di lapangan.
“Salah satunya, hasil panen selama ini baru sebatas dibagikan pada anggota kelompok tani, dan belum dikomersialkan,” ujarnya.
Ke depan tengah dijajaki untuk memasarkan secara digital kepada pasar daring yang sudah ada.
Kelompok tani Rumpaka saat ini masih menunggu hitung-hitungan komersialnya apabila budi daya ini dikembangkan termasuk dengan mengombinasikan dengan tanaman yang memiliki nilai jual tinggi.
Tak hanya itu, kelangsungan budi daya tanaman di dalam kontainer juga sangat bergantung kepada aliran listrik sehingga penting untuk menyiapkan pembangkit cadangan apabila sewaktu-waktu terjadi kendala.
Sudin KPKP Jakarta Selatan sejauh ini masih memfungsikan Agro Edukasi Wisata Ragunan sebagai tempat edukasi kepada masyarakat untuk bercocok tanam menggunakan teknologi terkini.
Di sini pengunjung bisa belajar bagaimana bertanam dengan memanfaatkan lahan yang serba terbatas di Ibu Kota namun bisa mendapatkan hasil yang maksimal.
Karenanya, sebagai percontohan, di beberapa titik di dalam kawasan diperlihatkan cara bertanam yang efisien.
Bertanam di dalam kontainer juga membuktikan warga bisa memanfaatkan bagian dalam rumah.
Berbekal spektrum pencahayaan dan sirkulasi air serta pendingin ruangan maka bercocok tanam sudah bisa dilakukan.
Apalagi saat ini kegiatan pertanian perkotaan tengah menjadi tren di masyarakat.
Bahkan gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan fasilitas publik lainnya sengaja memamerkan keberhasilan bertanam sayuran dan buah-buahan menggunakan media yang terbatas.
Harapannya dengan edukasi yang cukup warga Jakarta dapat memanfaatkan bagian-bagian rumah bahkan atap rumah sebagai media untuk bercocok tanam.
Hasilnya diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan gizi keluarga. [qnt]