WahanaNews.co, Jakarta - Fenomena technology decoupling dan friendshoring diperkirakan akan
memberikan dampak terhadap ekonomi dan perdagangan global secara signifikan. Hal ini diyakini
dapat mengubah pola perdagangan dan investasi. Indonesia perlu menggali peluang perdagangan dari kedua fenomena yang diperkirakan masih akan terus berlangsung.
Demikian dijelaskan Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag) Kasan dalam sambutan kuncinya pada pembukaan Gambir Trade Talk (GTT) #14 yang digelar secara hibrida di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (15/5).
Baca Juga:
Perkuat Merek Lokal Berbasis Waralaba dan Lisensi, Kemendag dan ASENSI Luncurkan ILFEX 2025
GTT #14 mengusung tema “Dampak Kebijakan Technology Decoupling dan Fenomena Friendshoring terhadap Kinerja Perdagangan Luar Negeri”.
"Decoupling dan friendshoring muncul dengan konteks global yang penuh tantangan. Namun, perubahan pola perdagangan global tersebut dapat menawarkan sejumlah peluang, untuk
memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Indonesia tentunya harus menggali peluang dari kedua fenomena tersebut. Antara lain untuk mempercepat diversifikasi ekonomi, mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas, dan mengembangkan sektor-sektor yang memiliki nilai tambah tinggi, seperti teknologi, manufaktur, dan jasa serta pengembangan industri strategis
lainnya," jelas Kasan.
Baca Juga:
Kemendag dan UNS Berkolabroasi Kembangkan Kapasitas Pelaku UMKM Beriorientasi Ekspor
Technology decoupling dan friendshoring mencerminkan perubahan dalam dinamika perdagangan global yang dipengaruhi faktor politik, keamanan, dan ekonomi. Disrupsi perdagangan global yang terjadi akibat pandemi Covid-19 yang kemudian diikuti ketegangan geopolitik di beberapa kawasan,
telah menimbulkan kekhawatiran terhadap ketahanan rantai pasok global dan keamanan ekonomi negara.
Decoupling mengacu pada praktik memisahkan atau mengurangi ketergantungan pada rantai pasok
global. Akibatnya, suatu negara akan cenderung membangun atau memperkuat sumber daya, produksi, atau distribusi secara lokal atau regional yang bertujuan untuk mengurangi risiko gangguan pasokan dan respons terhadap perubahan pasar.
Selain itu, strategi decoupling juga bertujuan untuk menjaga keamanan suatu negara (national security), seperti strategi technology decoupling yang diterapkan Amerika Serikat (AS) terhadap Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Konflik perdagangan dan isu keamanan siber telah mendorong kedua negara untuk mengurangi ketergantungan teknologi satu sama lain. AS telah menerapkan larangan
dan pembatasan terhadap ekspor teknologi tertentu (cip kecerdasan buatan) ke RRT, sementara RRT juga mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan penggunaan teknologi domestiknya sendiri sebagai respons terhadap kebijakan yang dilakukan AS.
Di sisi lain, friendshoring mencerminkan kecenderungan beberapa negara untuk mengurangi
ketergantungan pada negara-negara yang dianggap sebagai potensial ancaman atau pesaing.
Pemberlakuan tarif dan hambatan perdagangan AS terhadap RRT pada 2018 dipandang sebagai tindakan yang mencerminkan friendshoring.
Selain kebijakan tersebut, pengesahan CHIPS and Science Act dan Inflation Reduction Act (IRA) juga menjadi salah satu contoh implementasi friendshoring yang diterapkan AS. Regulasi tersebut mengatur pemberian insentif bagi produsen yang membeli dan memperoleh input produksi dari negara-negara yang merupakan sekutu AS untuk sektor semikonduktor, mineral kritis, dan baterai.
”Indonesia perlu mengadopsi strategi dan kebijakan perdagangan komprehensif, fundamental, lincah,
dan antisipatif untuk mengoptimalkan peluang tersebut. Hal ini agar Indonesia dapat bersaing dan
berkompetisi dengan negara-negara lain untuk memitigasi dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif yang optimal dalam mendukung transformasi ekonomi nasional,” tandas Kasan.
[Redaktur: Tumpal Alpredo Gultom]