WAHANANEWS.CO, Jakarta - Indonesia menghadapi babak baru persaingan global di industri kelapa sawit seiring Brasil, Nigeria, dan India mulai serius mengembangkan perkebunan sawit untuk mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat produksi dalam negeri.
Ekonom Senior INDEF, M. Fadhil Hasan, menilai langkah ketiga negara ini perlu dicermati, namun Indonesia tidak perlu khawatir berlebihan karena sawit secara agronomis dan historis memang bukan tanaman asing bagi kawasan tersebut.
Baca Juga:
PTPN IV PalmCo Buka Akses Kredit Karbon untuk Publik, Mulai Rp150 Ribu per Ton
“Jadi saya kira kita nggak usah khawatir ya kalau misalnya negara-negara lain itu melakukan perluasan perkebunan kelapa sawitnya ya,” ujar Fadhil dalam diskusi daring yang digelar INDEF, Senin (22/9/2025).
Nigeria pernah menjadi salah satu eksportir dan produsen sawit terbesar dunia, tetapi saat ini justru menjadi salah satu pengimpor sawit terbesar dari Indonesia karena sektor pertanian terabaikan ketika minyak bumi lebih menguntungkan.
Brasil memiliki potensi besar karena geografis lahan sangat cocok untuk sawit, sementara India terdorong mengembangkan sawit untuk mengurangi ketergantungan impor, tetapi kemampuan ketiga negara untuk bersaing dengan Indonesia masih dipertanyakan, terutama terkait biaya produksi yang lebih tinggi dibanding Indonesia.
Baca Juga:
Dukung Indonesia sebagai Produsen Sawit Terbesar Dunia, ALPERKLINAS Apresiasi Terobosan PLN Ubah Limbah Jadi Listrik
“Apakah mereka mampu bersaing dengan Indonesia? Itu tergantung dari biayanya, dari cost of production-nya, dan sampai sekarang biaya produksi di India, Brasil, maupun Nigeria masih lebih tinggi dibandingkan Indonesia, jadi kita masih bisa berkompetisi lah dengan mereka,” papar Fadhil.
Indonesia mampu menjaga efisiensi biaya produksi sehingga tetap menjadi produsen utama dengan daya saing yang kuat, sementara peluang kerja sama tetap terbuka karena India masih bergantung pada pasokan benih sawit dari Indonesia dan Brasil maupun Nigeria masih menghadapi kendala biaya produksi tinggi.
Fadhil menekankan bahwa respons Indonesia bukan dengan melarang negara lain memperluas sawit, tetapi dengan memperkuat efisiensi biaya produksi dan pemasaran untuk memenangkan persaingan pasar global.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Wijayanto, menegaskan potensi ekspor kelapa sawit dan turunannya ke India masih terbuka lebar karena permintaan minyak goreng yang terus meningkat seiring pertumbuhan populasi dan industri.
“Regulasi pemerintah tetap berfokus pada kepentingan masyarakat dan kesejahteraan rakyat, serta menjaga keseimbangan antara kebutuhan domestik dan ekspor,” ujar Wijayanto dalam forum diskusi, Senin (22/9/2025).
Pemerintah melakukan koordinasi lintas kementerian, termasuk Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian ESDM, untuk memastikan filosofi keseimbangan diterapkan, menjaga stabilitas harga domestik, menekan inflasi, dan sekaligus memperkuat ekspor sawit ke India secara konstruktif dan saling menguntungkan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]