WahanaNews.co | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan baru mengenai marketer dan debt collector.
Peraturan tersebut tertuang dalam Pasal 7 POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Baca Juga:
Industri Fintech Bergolak di IFSE 2024, OJK Serukan Perlindungan Konsumen
Peraturan ini dikeluarkan guna mengawasi praktik marketer atau orang ketiga yang disebut debt collector supaya tidak berlaku sewenang-wenang terhadap konsumen.
Dikutip dari akun Instagram resminya @ojkindonesia, ditegaskan bahwa debt collector dilarang menggunakan kekerasan dalam penagihan hutang kepada konsumen.
Selain itu, Pelaku Usaha Jasa Keuangan atau PJUK pun wajib mencegah pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PJUK dari perilaku yang berakibat merugikan konsumen, termasuk penggunaan kekerasan dalam penagihan hutang konsumen.
Baca Juga:
Pelindungan Konsumen Sistem Pembayaran
Dalam pasal 7 POJK tersebut disebutkan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib mencegah direksi, dewan komisaris, pegawai, dan/pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK dari perilaku memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, dan/atau menyalahgunakan karena jabatan atau kedudukannya yang berakibat merugikan konsumen.
"Contohnya antara lain mencantumkan pembatasan kewenangan atau larangan untuk memberikan atau memperdagangkan data/atau informasi pribadi konsumen tanpa persetujuan dari konsumen kepada pihak lain dalam prosedur tertulis perlindungan konsumen, penggunaan kekerasan dalam penagihan utang konsumen," tulis OJK dalam akun Instagram resmi @ojkindonesia beberapa waktu lalu.
Ketika menjalankan tugasnya, debt collector dilarang melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial, antara lain menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik
maupun verbal.