WahanaNews.co, Jakarta - Bank Indonesia (BI) meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial untuk bank yang rajin memberikan pinjaman perusahaan di sektor-sektor prioritas yang ditentukan.
Insentif makroprudensial merupakan insentif yang diberikan oleh BI berupa pelanggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah.
Baca Juga:
Kredit UMKM Tanpa Jaminan dan Bunga di Kukar Jadi Rujukan Daerah
Adapun kenaikan besaran insentif ini dari paling tinggi 280 bps menjadi 400 bps mulai 1 Oktober 2023.
Sementara, sektor prioritas untuk penyaluran kredit yang dimaksud adalah hilirisasi minerba dan nonminerba (pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, serta pembiayaan inklusif (UMKM, KUR dan Ultra Mikro/UMi), dan pembiayaan hijau.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M. Juhro menuturkan sektor tersebut dipilih karena memiliki nilai tambah, khususnya di sektor hilirisasi.
Baca Juga:
Gawat! Korban PHK di Indonesia Tembus 64 Ribu, 3 Sektor Utama Paling Terdampak
"Kami ingin memberi pada sektor yang memberikan impact besar yang dia bisa memberi daya ungkit lebih tinggi lagi," ucapnya dalam acara Taklimat Media di Kantor BI, Jakarta Pusat, Rabu (9/8/23).
Lebih rinci, untuk sektor hilirisasi minerba cakupannya terdiri dari komoditas nikel, timah, tembaga, bauksit, besi baja, emas perak, dan aspal buton.
Menurut Solikin, sektor hilirisasi minerba perlu didukung dari hulu ke hilir karena pipeline investasi di sisi hulu.
Selain itu dari sisi pangsa kredit, masih didominasi pembiayaan hilir (5,65 persen vs 0,6 persen), sehingga insentif tetap lebih banyak diberikan pada sektor hilir.
Sementara, cakupan sektor hilirisasi non-mineral terdiri dari komoditas pertanian, perikanan, kelautan, perkebunan, dan peternakan. Untuk komoditas pangan terdiri dari padi, cabai, dan bawang.
Sedangkan, untuk tanaman perkebunan terdiri dari minyak sawit mentah (CPO), tebu, kopi, teh, tepung, kelapa, kakao, dan jambu mete.
Selanjutnya, untuk perikanan dan peternakan terdiri dari udang rajungan, ikan, rumput laut, dan daging ayam.
Selanjutnya, untuk sektor perumahan mencakup KPR, KPA, konstruksi gedung tempat tinggal, dan real estate tempat tinggi.
Lalu, untuk sektor pariwisata mencakup penyedia akomodasi makan dan minum.
Lebih lanjut, peningkatan insentif dari 280 bps menjadi paling tinggi 400 bps itu yang terdiri dari insentif untuk penyaluran kredit kepada sektor prioritas yang ditetapkan oleh BI, paling besar 2 persen.
Angka ini meningkat dari yang sebelumnya 1,5 persen.
Kemudian, insentif kepada bank penyalur kredit inklusif ditingkatkan dari sebelumnya 1 persen menjadi 1,5 persen. Rinciannya, 1 persen untuk penyaluran kredit UMKM/KUR dan 0,5 persen untuk penyaluran kredit UMi.
Terakhir, insentif terhadap penyaluran kredit hijau paling besar 0,5 persen, meningkat dari sebelumnya 0,3 persen.
Dengan kata lain, insentif likuiditas naik dari semula 2,8 persen menjadi 4 persen.
Selanjutnya, insentif itu dilakukan melalui pengurangan giro di BI dalam rangka pemenuhan GWM dalam rupiah yang saat ini sebesar 9 persen.
Jika perbankan mampu memberikan kredit kepada sektor-sektor prioritas tadi secara maksimal, maka bank tersebut mendapat insentif 4 persen.
Artinya, bank tersebut hanya perlu memenuhi GWM dalam rupiah di BI sebesar 5 persen saja.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]