WahanaNews.co, Jakarta - Pemerintah Indonesia memberikan perhatian besar terhadap isu lingkungan hidup. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Joko Tri Haryanto mengungkapkan terdapat empat hal yang dijalankan pemerintah Indonesia dalam perspektif kebijakan publik untuk melestarikan lingkungan hidup. Keempatnya meliputi komitmen dan regulasi, tata kelola, model bisnis, dan mekanisme pendanaan.
Terkait regulasi, Joko menjelaskan pemerintah telah memiliki kelengkapan regulasi untuk melindungi lingkungan hidup, mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah, hingga peraturan teknis.
Baca Juga:
Perayaan World Animal Day 2024: Maxim Lakukan Serangkaian Kegiatan Pelestarian Hewan Di Indonesia
Sedangkan dari sisi komitmen, Pemerintah Indonesia berkomitmen mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) berupa penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
“Misal kita bandingkan dengan negara lain, target komitmen NDC pemerintah 2030 itu setara dengan target penurunan emisi Amerika Serikat. Ini luar biasa,” kata Joko.
Selanjutnya, pemerintah melakukan perbaikan tata kelola melalui perbaikan regulasi antarpelaku, baik pemerintah dengan korporasi, pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan internasional, korporasi dengan korporasi, maupun masyarakat dengan korporasi.
Baca Juga:
Menengok TPST Bantar Gebang Pasca Eks Gubernur Ahok Putus Kontrak Pengelolaan dengan PT GTJ
“Pembentukan BPDLH menjadi wujud nyata komitmen pemerintah untuk melakukan perbaikan tata kelola,” ujar Joko.
Selain wujud komitmen dalam perbaikan tata kelola, pembentukan BPDLH juga menjadi salah satu kunci dalam perbaikan mekanisme hubungan model bisnis. Menurut Joko, model bisnis dapat dibangun dengan baik setelah regulasi dan tata kelola diperbaiki.
Poin terakhir yang menjadi fokus Joko terkait kebijakan publik di bidang pelestarian lingkungan hidup adalah mekanisme pendanaan. Dalam sudut pandang konvensional, kapasitas pendanaan pelestarian lingkungan hidup hanya didasarkan pada seberapa besar kapasitas pendanaan APBN. Namun, kapasitas pendanaan APBN tidak mampu membiayai semua target komitmen pemerintah.
Joko menjelaskan bahwa kapasitas pendanaan APBN untuk mencapai target NDC 2030 tidak lebih dari 34 persen setiap tahun. Sementara itu, kebutuhan total NDC 2030 sekitar Rp4.000 triliun. Secara penghitungan sederhana, Joko menyebut kapasitas pendanaan APBN adalah sekitar Rp1.200 triliun. Kapasitas pendanaan APBN masih sangat terbatas dan jauh dari kebutuhan pendanaan keseluruhan.
“Artinya, masih ada gap yang besar. Gap itu yang harusnya ditutup bukan dengan mem-push dana APBN semata, tapi bagaimana APBN yang sebesar 34 persen itu mampu menarik masuknya dana-dana yang sifatnya nonpublik,” ujar Joko.
Untuk itu, Joko menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mengakselerasi masuknya dana-dana nonpemerintah, baik itu swasta, filantropi, multilateral, multilateral development banks (MDBs), bilateral, community, akademia, dan lain-lain. APBN menjadi katalisator yang mendorong masuknya dana-dana non pemerintah.
Dalam mendukung tercapainya target tersebut, BPDLH menjadi bagian penting dalam konstelasi mendorong masuknya dana-dana nonpublik untuk mendukung lingkungan hidup berkelanjutan. Lembaga yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan ini berfungsi sebagai badan penaung dan penyalur beberapa sumber pendanaan lingkungan hidup agar dapat digunakan melalui berbagai instrumen di berbagai sektor. Demikian dilansir dari laman kemenkeugoid, Sabtu (18/11).
[Redaktur: JP Sianturi]