WahanaNews.co | Pemerintah mencatat investor asing yang tarik dana atau capital outflow di pasar surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 29,15 triliun pada Juli 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan capital outflow terjadi karena naiknya suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed).
Baca Juga:
BUO IKN dan INA Sosialisasikan Format Kerja Sama Investasi Asing di IKN
“Outflow tak terhindarkan dengan suku bunga acuan melonjak oleh bank sentral dan menyebabkan dan memicu outflow di seluruh dunia,” ujarnya tertulis dalam Laporan Pelaksanaan APBN Semester I 2022, Kamis (28/7/2022).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dana asing yang keluar dari pasar obligasi sebesar Rp 32,12 triliun pada Mei 2022, lalu turun menjadi Rp 15,51 triliun pada Juni 2022, dan kembali naik menjadi Rp 29,15 triliun pada Juli 2022.
“Secara outflow kita mengalami hingga Rp 83,32 triliun per 21 Juli, terutama dari sisi foreign bond holder," ucapnya.
Baca Juga:
Menko Marves Sebut Proyek LRT di Bali Dimulai Dengan Peletakan Batu Pertama di 2024
Meskipun demikian, Sri Mulyani menyebut pasar obligasi Indonesia masih cenderung stabil. Sebab, porsi asing kepemilikan SBN sangat kecil hanya 15,39 persen pada 22 Juli 2022.
"Kepemilikan asing sudah turun cukup drastis. Kalau 2019 asing memegang 38,5 persen dari SBN Indonesia. Sekarang posisi 20 Juli asing 15,39 persen dari total SBN kita," ucapnya.
Menurutnya semakin kecil porsi kepemilikan asing di SBN, maka pasar keuangan dalam negeri juga akan lebih stabil. Hal ini berarti ketergantungan RI dengan asing akan berkurang.
"Inilah yang menyebabkan kenapa walaupun terjadi capital outflow kita masih bisa jaga stabilitas dari SBN, sehingga tidak mudah terombang ambing dengan outflow ini," tutupnya
Sri Mulyani juga menyebut hal itu tak membuat rupiah melemah signifikan. Tercatat, rupiah terkoreksi 5,1 persen hingga Juni 2022.
Sementara, depresiasi mata uang negara lain lebih dari enam persen hingga Juni 2022. Sri Mulyani merinci mata uang Malaysia melemah 6,9 persen, India 7,3 persen, Thailand 10,5 persen, dan Filipina 10 persen. [rsy]