WahanaNews.co, Jakarta -
Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan
Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) terus menggencarkan pengawasan distribusi minyak
goreng MINYAKITA untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga, terutama saat Ramadan dan menjelang Idulfitri 2025.
Pada November 2024 hingga 12 Maret 2025, Kemendag telah mengawasi
316 pelaku usaha di 23 provinsi. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) PKTN Moga Simatupang di Jakarta, pada Minggu, (16/3).
Baca Juga:
Mendag Busan Terbitkan Dua Permendag Ekspor, Beri Kemudahan dan Kepastian bagi Eksportir
"Dari hasil pengawasan tersebut, sebanyak 66 pelaku usaha di tingkat distributor dan pengecer terbukti melanggar aturan dan telah dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Moga.
Moga menjelaskan, Beberapa modus pelanggaran yang ditemukan antara lain penjualan MINYAKITA di atas domestic price obligation (DPO) dan harga eceran tertinggi (HET).
“Selain itu juga penjualan MINYAKITA antar-pengecer, bukan langsung ke konsumen akhir, yang memperpanjang rantai distribusi sehingga harga di tingkat konsumen melebihi HET; serta tidak adanya pembatasan penjualan oleh pengecer yang menyebabkan distribusi MINYAKITA tidak merata,” sambung Moga.
Baca Juga:
Produk UMKM Catat Transaksi USD 3,55 Juta pada Business Matching Februari 2025
Modus pelanggaran lainnya meliputi pelaku usaha yang tidak memiliki tanda daftar gudang (TDG) dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) perdagangan yang sesuai. Kemudian, pelaku usaha yang tidak memberikan data dan informasi kepada petugas pengawas.
Berikutnya, pelaku usaha yang mengemas atau memproduksi MINYAKITA dengan volume yang lebih sedikit dari takaran yang tertera pada label kemasan.
Selanjutnya, apabila ditemukan kembali melanggar, maka sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat, produsen/repacker yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi lanjutan setelah teguran tertulis, berupa penarikan barang dari distribusi. Jika masih terus melanggar, sanksi dapat
ditingkatkan menjadi penghentian sementara kegiatan usaha, penutupan gudang, dan/atau rekomendasi pencabutan izin usaha.