WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Perdagangan melalui kolaborasi unit Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dengan Direktorat Perdagangan Luar Negeri (Ditjen Daglu) menggelar Konsultasi Publik ke-3 di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (23/8).
Pertemuan yang dihadiri oleh para pengekspor dan asosiasi terkait kelapa sawit serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) ini bertujuan agar kebijakan ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) melalui bursa berjangka
dapat diimplementasikan dengan baik dan tidak terjadi hambatan dalam kegiatan ekspor.
Baca Juga:
ITPC Chicago Imbau Eksportir Perhatikan Rencana Aturan Baru AS Terkait Pewarna Sintetis
“Kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka di Indonesia bertujuan membentuk harga acuan CPO yang transparan, akuntabel, dan real time mengacu pada amanat UU Nomor 32 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah melalui UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka
Komoditi,” tegas Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko.
Didid menerangkan, nantinya harga acuan CPO yang terbentuk akan bermanfaat, baik di sektor hulu seperti memperbaiki harga tandan buah segar di tingkat petani, maupun di sektor hilir antara lain untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari pajak.
Untuk itu, pemerintah mengharapkan
partisipasi aktif dari seluruh pelaku usaha CPO karena efektifitas kebijakan ini tergantung dari peran serta pelaku usaha.
Baca Juga:
Produk Makanan Sehat dan Organik Indonesia Unjuk Gigi di CHFA NOW 2025
Kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka, lanjut Didid, akan tertuang dalam beberapa kebijakan, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur tentang ekspor CPO, kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Bappebti (Perba) dan Peraturan Tata Tertib (PTT) sebagai pedoman teknis pelaksanaan serta pengawasan bursa.
“Ketiga lapis kebijakan ini harus saling bersinergi, sehingga dalam implementasinya akan berjalan dengan baik. Permendag akan mengatur terkait ekspor CPO, Perba akan detail mengatur antara lain terkait kelembagaan bursa dan kliring, serta PTT mengatur lebih detail tentang teknis pelaksanaannya,” imbuhnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso optimisme bahwa kebijkan ekspor CPO melalui bursa berjangka ini adalah peluang besar bagi Indonesia.
Sebagai negara produsen CPO terbesar dunia, Indonesia harus mampu tidak hanya memasok CPO ke pasar global, namun juga mengendalikan pasar melalui harga acuan CPO.
"Saat ini terjadi peralihan dari sebelumnya industri dunia dikuasai oleh negara-negara di bagian utara,
namun kini beralih ke negara-negara selatan, termasuk industri CPO. Hal ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan industri berbasis CPO dan memanfaatkan pangsa pasar baru ke
negara-negara utara," ujar Budi.
Kegiatan Konsultasi Publik ini kemudian dilanjutkan dengan sesi pemaparan dan diskusi teknis oleh
Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan PBK Tirta Karma
Senjaya, dan Direktur Eskpor Produk Pertanian dan Kehutanan Farid Amir dengan moderator Ketua Komite Tetap Banding & E-Commerce Kadin Handi Irawan Djuwandi.
Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita menyampaikan, Rancangan Permendag Kebijakan Ekspor CPO
melalui Bursa Berjangka telah melalui proses telaah hukum di Biro Hukum Kementerian Perdagangan dan akan segera dilakukan harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).
“Oleh karena itu, melalui pertemuan ini diharapkan terjaring banyak masukan dari berbagai pemangku kepentingan sebelum rancangan tersebut diharmonisasi oleh Kemenkum HAM," lanjut Olvy.
Sekretaris Bappebti juga menjelaskan tentang Perba yang tengah disusun. Menurutnya, substansi yang diatur melalui rancangan Perba tersebut antara lain mencakup ketentuan umum, kelembagaan, tata cara perdagangan, mekanisme pengawasan, mekanisme penyelesaian perselisihan, dan sanksi.
Dalam kegiatan ini juga mengemuka beberapa perhatian dan masukan pelaku usaha antara lain mekanisme penentuan harga acuan CPO, pelabuhan lokasi penyerahan, serta usulan terkait klasifikasi
mutu CPO.
Komunikasi aktif antara Kemendag dengan semua pemangku kepentingan di sektor kelapa sawit perlu dilakukan demi penyempurnaan rancangan kebijakan ini.
Olvy juga menegaskan bahwa Perba dan PTT masih dalam proses penyusunan di Bappebti dan masih
mungkin terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan yang ada.
Untuk itu, berbagai masukan dan
pertanyaan dari pelaku usaha terutama yang bersifat teknis akan diupayakan dapat terakomodir dalam
rancangan kebijakan tersebut.
“Nantinya akan ada masa transisi 60 hari setelah Permendag disahkan sebelum kebijakan ini diimplementasikan. Dalam waktu transisi tersebut, kami upayakan semaksimal mungkin memberikan
sosialisasi dan pelatihan kepada pelaku usaha, sehingga dalam implementasinya akan berjalan dengan baik dan cita-cita terbentuknya harga acuan CPO di Indonesia segera terwujud,” tandas Olvy.
[Redaktur: Tumpal Alpredo Gultom]