Isu ini bermula dari notifikasi Belgia melalui Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) di Uni Eropa (UE) tentang ditemukannya etilen oksida yang melebihi batas maksimum residu (BMR) pada biji wijen dari India.
Karena biji wijen digunakan sebagai bahan untuk banyak produk, hal itu berdampak luas pada rantai pasokan pangan UE. Sejak saat itu, pengujian di UE diintensifkan dan menyebabkan penarikan banyak produk pangan terkait etilen oksida.
Baca Juga:
Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kemendag: Pada 2025, Ekspor Perlu Tumbuh 7-10 Persen
Akhir-akhir ini, sebagian produk mi instan Indonesia termasuk yang mendapatkan notifikasi karena kandungan etilen oksida. Notifikasi tersebut dirilis pemerintah Hong Kong, Singapura, Taiwan, dan Malaysia.
Di Indonesia, penggunaan etilen oksida untuk aplikasi semua bidang penggunaan pestisida telah dilarang. Larangan ini dimuat dalam Peraturan Menteri Pertanian No 43 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pestisida.
Larangan penggunaan pestisida dengan cakupan yang luas, meliputi pengelolaan tanaman, ternak, organisme di perikanan dan kehutanan,hingga penyimpanan hasil produksi, baik di gudang maupun karantina dan pra-pengapalan.
Baca Juga:
Cumi Beku dan Produk Rumput Laut Indonesia Jadi Primadona di Pameran Boga Bahari Korea Selatan
Merujuk Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 229 Tahun 2022, batas maksimal residu EtO pada pangan olahan sebesar 0,01 mg/kg dan batas maksimal residu untuk 2-CE (2- Chloro Etanol) 85 mg/kg.
Hendro menegaskan, Kementerian Perdagangan mendorong pemenuhan mutu produk ekspor di negara tujuan. Salah satunya melalui lokakarya uji profisiensi dalam rangka peningkatan dan pemerataan kompetensi laboratorium sub-jejaring LRPPI Bidang Residu Pestisida di seluruh Indonesia.
"Hal ini merupakan bentuk nyata dukungan Kementerian Perdagangan dalam peningkatan peran laboratorium pengujian terhadap pertumbuhan sektor perdagangan di Indonesia dari segi kemudahan pemenuhan persyaratan mutu ekspor di negara tujuan. Tantangan bagi laboratorium pengujian residu pestisida ke depannya adalah menunjukkan peran yang lebih luas lagi dan menjadi bagian dari kegiatan inspeksi, sertifikasi, pemeriksaan dan pengawasan mutu dalam rangka pemenuhan dan peningkatan mutu produk ekspor," tandas Hendro. [jp/jup]