WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menggelar Forum Komunikasi Staf Ahli Menteri (SAM) Kemenparekraf dengan mengangkat isu Sustainable Tourism Development (STDev).
Kegiatan yang diselenggarakan di Desa Batulayang, Cisarua, Bogor pada 4 Juli 2024 ini merupakan kolaborasi antara Staf Ahli Menteri Kemenparekraf dengan Staf Ahli Kementerian/Lembaga (K/L) lainnya dalam menyelaraskan persepsi dan menghasilkan rekomendasi strategis terkait isu Sustainable Tourism Development (STDev).
Baca Juga:
HLF-MSP dan IAF 2024: Indonesia Tekankan Kemitraan Mencapai SDGs
Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis Kemenparekraf, Fadjar Hutomo, saat menjadi narasumber kegiatan ini, Kamis (04/07/2024), mengatakan, program pariwisata berkelanjutan mempunyai tiga pilar, yaitu manajemen secara berkelanjutan, pembangunan manusia dan kebudayaan, dan ramah lingkungan (eco-friendly).
“Pariwisata harus memberikan perhatian pada aspek ekonomi masyarakat lokal, lalu ekosistem pariwisata harus bisa diterima dengan budaya masyarakat setempat dan bertumbuh bersama dengan kearifan lokal, dan terakhir, pengembangan pariwisata berkelanjutan harus eco-friendly,” kata Fadjar.
Fadjar menjelaskan, kegiatan ini menjadi ajang diskusi dan tukar pendapat dalam mendorong pariwisata berkelanjutan dengan perencanaan pembangunan di desa wisata serta pengembangan model bisnis, program kontrol kualitas, melakukan evaluasi, memberikan rekomendasi kebijakan, dan masukan strategis.
Baca Juga:
Kemenparekraf Gelar Uji Petik PMK3I Tentukan Subsektor Ekraf Unggulan Kota Pontianak
“Hal ini yang menjadi perhatian kami untuk membangun collaborative governance. Kolaborasi program yang dilakukan olah para stakeholders, dan ini juga merupakan salah satu cara mitigasi krisis. Jadi kami tidak hanya menyelesaikan puncak- puncaknya saja tapi juga sebagai bentuk pencegahan,” lanjut Fadjar.
Staf Ahli Bidang Reformasi dan Birokrasi Kemenparekraf, Kurleni Ukar, memberikan poin penegasan terkait rumusan kesepakatan yang dihasilkan dari para narasumber dan masukan para peserta.
“Pertama, kolaborasi dan koordinasi dengan konsep strategi pengembangan sustainable tourism harus terus ditingkatkan. Kedua, eco-tourism yang sering salah presepsi, “eco” bukan ekologi tapi ekonomi, sehingga masih banyak kita temui masalah sampah yang ada di tempat-tempat wisata. Ketiga, musyawarah desa tidak selalu berhasil, apalagi terkadang masih ada ego pimpinan sehingga musyawarah desa tidak berjalan,” kata Kurleni.