WahanaNews.co | Kementerian Komunikasi dan Informatika ikut mendorong implementasi Urban Farming di kalangan anak muda, guna mengantisipasi terjadinya krisis pangan ke depan.
Seperti diketahui, krisis pangan global saat ini terus meningkat. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan jumlah populasi bumi akan terus meningkat menjadi 9,3 miliar pada 2050.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
Artinya, permintaan pangan akan meningkat drastis ke depan, sementara jumlah sumber daya lahan dan sumber daya manusia yang bekerja di sektor pertanian semakin menyusut.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah petani per 2019 mencapai 33,4 juta orang. Adapun dari jumlah tersebut, petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya 8 persen atau setara dengan 2,7 juta orang.
Kemudian, sekitar 30,4 juta orang atau 91 persen berusia di atas 40 tahun, dengan mayoritas usia mendekati 50-60 tahun.
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
Kondisi ini kian diperparah dengan penurunan jumlah regenerasi petani muda. Dalam data yang sama, dari periode 2017 ke 2018, penurunan jumlah petani muda mencapai 415.789 orang.
Kementerian Kominfo melalui Direktorat Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim mendorong Urban Farming dengan menyelenggarakan Pojok Literasi.
Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kominfo Septriana Tangkary mengatakan, keberadaan Urban Farming dapat meningkatkan ketahanan pangan bagi sekitar. Selain itu, keberadaannya juga dapat menambah pundi-pundi ekonomi.
Oleh karena itu, Kementerian Kominfo turut memfasilitasi para petani untuk go online. Aplikasi ini diharapkan dapat mendukung para petani untuk memasarkan produknya secara online, sehingga dapat meningkatkan ekonomi para petani khususnya generasi milenial
“Ini suatu kesempatan kita, peluang kita di samping pertanian, UMKM juga meningkat. Guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan,” kata Septriana dalam keterangan resminya, Jumat (15/4).
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pertanian Semarang, Hernowo Budi Luhur melihat adanya Urban Farming khususnya daerah Semarang dapat membuka lapangan kerja di perkotaan terutama bagi generasi muda serta memasok pasar makanan untuk menyediakan tambahan pekerjaan dan pendapatan.
Apalagi dengan melihat luas demografis Semarang yang mencapai sekitar 373,7 kilometer persegi (Km2) dan sekitar 31,8 persen atau 118,96 kilometer persegi merupakan lahan pertanian, dengan luas sawah 22,19 kilometer persegi.
“Semarang itu punya Urban Farming Corner dimana di sana bisa berlatih pertanian. Disamping pelatihan, juga sediakan barang dagangan seperti pupuk dalam skala kecil untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan pertanian dalam skala kecil,” kara Hernowo.
Guru Besar Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Dwi Retno Lukiwati menjelaskan, sistem Urban Farming sangat ramah lingkungan, ekonomis, dan mendukung ketahanan pangan dalam lingkup keluarga serta dapat membuka peluang usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
“Tanaman sayuran bisa dimanfaatkan untuk sumber ketahanan pangan keluarga. Budi daya ikan skala kecil juga bisa dimanfaatkan dalam lingkup keluarga. Kalau sekala besar nanti bisa dikomersialkan dan menambah pundi-pundi ekonomi kita,” kata Retno.
Adapun Duta Petani Milenial Semarang, Sandi Febrianto mengatakan sudah saatnya generasi milenial untuk mengembangkan pertanian dan mengelola pangan secara modern. Pasalnya, Urban Farming ini dapat menghasilkan pangan yang sehat, segar, aman dan berkualitas.
Di samping itu, berbagai produk hasil Urban Farming dapat dimanfaatkan untuk menambah pundi-pundi ekonomi. Seperti salad sayur, sayuran organik, hingga toko online pertanian.
“Saat ini Urban Farming sudah sangat familiar. Apalagi selama pandemi. Karena itu, dengan adanya pertanian perkotaan ini kita dapat tantangan untuk mengembangkan pertanian dengan melakukan inovasi-inovasi yang lebih baik untuk meningkatkan ekonomi para generasi milenial,” tandas Sandi. [qnt]