WAHANANEWS.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menegaskan, Indonesia membutuhkan tambahan satu juta hektare lahan tebu untuk mendukung kebijakan pencampuran etanol 10% (E10) pada bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin.
Langkah ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor energi fosil dan memperkuat ketahanan energi nasional.
Baca Juga:
Meski Tak Lulus SMA, Pria Ini Buktikan Bisa Jadi Petani Buah Sukses
"Kalau solar, kemungkinan kita akhir tahun 2026 nggak impor lagi. Karena B40 sudah bisa jadi B50. Tentu sawitnya harus ditambah tanamannya. Nah sekarang sedang dikaji, ya. Bensin tambahannya itu 10% etanol atau metanol," ujar Zulhas dalam acara Town Hall Meeting Satu Tahun Kemenko Pangan di Auditorium Graha Mandiri, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Zulhas menjelaskan, kebutuhan etanol untuk E10 bisa dipenuhi dari bahan baku tebu maupun singkong. Namun, penambahan 10% etanol pada bensin berarti pemerintah harus menyiapkan sekitar satu juta hektare perkebunan tebu baru.
"Kalau tambah 10% saja, maka kita perlu sejuta kebun tebu. Dan di mana tanah nanti untuk metanol akan ditanam orang singkong? Nggak akan ada lagi tanah kosong," terangnya.
Baca Juga:
Tanam Padi Bersama di Hatulian, Wakil Bupati Toba Minta Penyuluh Serius Beri Perhatian
Ia menilai, kebijakan ini juga bisa menjadi peluang besar bagi petani singkong. Dengan adanya pabrik biofuel yang menyerap hasil panen, harga komoditas singkong dipastikan meningkat dan memberikan pendapatan yang lebih stabil bagi petani.
"Karena setiap lahan nanti satu hektare bisa memberikan penghasilan Rp80 juta satu tahun. Tanam singkong bisa (dapat) Rp80 juta. Sekarang kenapa nggak bisa? Karena nggak ada yang beli," kata Zulhas.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, ketika industri biofuel berbasis etanol dan metanol sudah beroperasi, kebutuhan bahan baku seperti singkong dan tebu akan meningkat signifikan. Hal itu akan mendorong minat petani untuk kembali menanam dua komoditas tersebut.