WahanaNews.co | Pada tanggal 4 Mei, Jerman dilaporkan tengah bersusah payah memenuhi kebutuhannya sendiri akibat konsumsi warganya yang berlebihan.
Kondisi yang dikenal sebagai "earth overshoot" ini akan dikompensasi dengan mengambil sumber daya alam terbatas dari negara-negara miskin, dan dari generasi mendatang.
Baca Juga:
Thomas Muller Resmi Pensiun dari Tim Nasional Jerman Setelah 14 Tahun Berkarier
Sama dengan tahun lalu, Earth Overshoot Day global tahun ini, diproyeksikan akan jatuh pada sekitar tanggal 28 Juli.
Perhitungan ini kali pertama dicatat oleh LSM lingkungan di Amerika Serikat, Global Footprint Network, pada tahun 2022. Lembaga tersebut telah menghitung dampak ekologi global dan nasional selama hampir tiga dekade.
Meskipun terjadi perlambatan ekonomi akibat invasi Rusia ke Ukraina, konsumsi domestik Jerman kini telah melampaui batas biologis yang berkelanjutan.
Baca Juga:
Euro 2024: Slovenia vs Serbia Berakhir Imbang 1-1
Konsumsi terlalu besar, Bumi kewalahan
Pada tahun 1970, biokapasitas Bumi dinilai lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia akan sumber daya pada setiap tahunnya. Biokapasitas Bumi didefinisikan sebagai "kapasitas ekosistem untuk menghasilkan bahan biologis yang digunakan manusia dan untuk menyerap bahan limbah yang dihasilkan oleh manusia." Namun setengah abad sejak saat itu, konsumsi manusia pun terus tumbuh melampaui planet ini.
Melansir detikcom, secara global umat manusia saat ini membutuhkan sekitar 1,7 planet untuk mempertahankan gaya hidup seperti sekarang. Jumlah ini tidak sama untuk tiap negara, karena Jerman ternyata butuh 3 planet.
Akibatnya, negara-negara di bagian bumi Selatan atau Global Selatan yang menanggung sebagian besar ongkos lingkungan dari konsumsi berlebihan ini. Selain itu, generasi mendatang juga menderita akibat krisis iklim akibat gaya hidup seperti ini.
Negara-negara seperti Indonesia atau Ekuador, misalnya, tidak melampaui batas konsumsi berkelanjutannya hingga Desember 2022. Negara ini bisa dikatakan nyaris bisa hidup sesuai kemampuan sumber daya mereka. Tapi negara seperti ini menjadi sasaran eksploitasi sumber daya oleh negara kaya seperti Jerman.
"Jerman adalah konsumen bahan baku terbesar kelima di dunia, dan mengimpor hingga 99% mineral dan logam dari negara-negara di Global Selatan," kata Lara Louisa Siever, penasihat kebijakan senior untuk keadilan sumber daya di jaringan pembangunan Jerman, INKOTA, pada tahun 2022.
Saatnya beralih dari logika pertumbuhan tanpa akhir
Jerman, seperti kebanyakan negara maju, masih berada di urutan teratas yang menghabiskan sumber daya di Bumi. Negara lain yang juga termasuk daftar ini yakni Prancis, Yunani, Inggris, dan Jepang.
"Masalah besar yang kita miliki di Jerman, yang kita miliki secara umum di Global Utara, adalah kita belum memahami bahwa sumber daya itu terbatas," kata Viola Wohlgemuth, juru kampanye di Greenpeace Jerman.
Dia mengacu pada data Institut Sumber Daya Dunia yang menunjukkan bahwa 90% penyebab hilangnya keanekaragaman hayati disebabkan oleh "eksploitasi sumber daya dan perubahannya menjadi produk," dan bahwa produksi ini juga menyumbang 50% dari emisi gas rumah kaca global. Terlepas dari krisis sumber daya yang sangat besar ini, negara-negara seperti Jerman belum juga belajar, kata Wohlgemuth.
Sementara aktivis iklim di Berlin, Tadzio Mller, mengatakan bahwa di masa lalu, Jerman telah diangkat "menjadi teladan kebijakan iklim."
"Alasan mitos Jerman menjadi juara lingkungan, ironisnya, tidak ada hubungannya dengan kebijakan industri Jerman atau strategi politiknya di tingkat pemerintahan, tetapi semuanya berkaitan dengan gerakan sosial yang kuat."
Dia berbicara tentang gerakan antinuklir yang muncul pada tahun 1970-an dan 80-an dan telah lama berjuang mendorong penghapusan energi nuklir, munculnya kecerdikan energi terbarukan Jerman di perusahaan lokal, dan tuntutan terbaru untuk meninggalkan bahan bakar fosil oleh demonstran iklim generasi muda.
Namun, jika perubahan iklim dan "masalah hilangnya keanekaragaman hayati yang sangat parah" terkait dengan konsumsi berlebihan ingin diatasi, Mller mengatakan Jerman harus secara fundamental mengubah prinsip ekonominya yang pendorong pertumbuhan tiada akhir.
Pertumbuhan ini juga termasuk gagasan "pertumbuhan hijau" atau apa yang dia sebut "kapitalisme mobil listrik" yang juga didasarkan pada perluasan besar-besaran konsumsi sumber daya, utamanya penggalian mineral dan tanah jarang.
Pemerintah federal Jerman sekarang ini sedang memperdebatkan strategi ekonomi sirkuler nasional untuk menerapkan efisiensi dan mengurangi penggunaan sumber daya. Bagi Viola Wohlgemuth, ekonomi sirkuler holistik sangat penting untuk memundurkan tanggal Overshoot Bumi agar planet ini punya lebih banyak waktu memulihkan diri.
"Kita harus mengubah model bisnis kita sehingga produk benar-benar dapat didaur ulang," katanya, merujuk juga pada prinsip-prinsip pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang di jantung Rencana Aksi Ekonomi Sirkular Kesepakatan Hijau Eropa. Wohlgemuth juga menyerukan pembatasan mutlak untuk penggunaan sumber daya di Jerman.
Emisi gas rumah kaca adalah konsekuensi langsung dari produksi dan konsumsi yang berlebihan, dan perlu dikurangi dengan cepat jika Jerman ingin mengurangi kelebihannya, menurut Christoph Bals, direktur politik organisasi lingkungan nirlaba, Germanwatch. "Emisi CO2 di Jerman harus turun tiga kali lebih cepat dari sekarang," ujar Bals.
Akses yang lebih baik ke transportasi kereta api berkecepatan tinggi dan beremisi rendah serta pembatasan perjalanan udara adalah di antara beberapa cara yang disarankan oleh Germanwatch untuk mengurangi emisi. Namun terlebih dahulu, Jerman harus mengatasi konsumsinya yang berlebihan.
"Kita melihat semua masalah dengan cara yang terpisah — perubahan iklim atau kehilangan keanekaragaman hayati atau kekurangan pangan — seolah-olah semua terjadi secara terpisah," kata pendiri dan presiden Global Footprint Network, Mathis Wackernagel.
"Tapi itu semua adalah gejala dari tema dasar yang sama: bahwa metabolisme kolektif kita, jumlah barang yang digunakan umat manusia, telah menjadi sangat besar apabila dibandingkan dengan yang dapat diperbarui Bumi." [eta]