Terkait permodalan yang menjadi salah satu masalah dalam mendukung korporasi petani tersebut, menurut Surya, salah satu yang menjadi permasalahan dalam mengakses modal bagi para petani, adalah ketika mitigasi risiko yang diterapkan perbankan di Indonesia mengharuskan adanya LTV (Loan to Value) atas underlying asset.
Sementara para petani dengan pendapatan yang cenderung rendah tidak memiliki aset yang cukup untuk dijaminkan ke perbankan.
Baca Juga:
Prabowo Tinjau Langsung Panen Padi di Merauke
"Kita tidak bisa mendesak perbankan untuk menghilangkan klausul LTV ini, karena terkait mitigasi risiko yang ditetapkan. Maka perlu ada pihak ketiga yang mampu memberikan jaminan kepada perbankan agar lebih aman dalam menyalurkan modal ke petani," katanya.
Kehadiran pihak ketiga ini, lanjut Surya, tentunya dapat diisi oleh pemerintah, maka pemerintah harus berani menjadi penjamin para petani agar bisa mengakses modal dari perbankan.
"Apabila korporasi petani ini bisa dijalankan dengan baik, maka seharusnya DSR (Debt Serve Ratio) para petani bisa tejaga dengan baik, sehingga tidak ada keraguan bagi pemerintah untuk hadir sebagi penjamin para petani," jelasnya.
Baca Juga:
Dinas Pertanian Kubu Raya Rencanakan Penanaman Padi 69.462 Ton Tahun 2024
Oleh karena itu, kata Surya, dengan hadirnya program korporasi petani tersebut, memberikan peluang hasil produksi pertanian dapat diserap pasar menjadi lebih tinggi, apabila pemerintah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam menentukan komoditas yang perlu diproduksi.
"Keuntungan yang diperoleh menjadi lebih maksimal. Karena pemerintah bisa dengan mudah memberikan pelatihan mengenai manajemen produksi yang lebih efektif dan efisien. Dan melalui permodalan atau KUR Pertanian tentu akses modal menjadi lebih mudah. Apabila pemerintah berani menjadi penjamin bagi para petani," tutur Surya.
Korporasi petani yang dijalankan oleh pemerintah disebut bertujuan untuk meningkatkan skala ekonomi dari aktivitas petanian. Dengan penguatan dari hulu ke hilir, petani diharapkan akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Termasuk soal akses modal.