WahanaNews.co | Kinerja sektor industri pengolahan nonmigas di Tanah Air memperlihatkan geliatnya, menyusul berjalannya kebijakan pemerintah yang probisnis.
Hal ini tercemin dari capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Oktober yang bertengger di level 57,2 atau naik dibanding bulan September yang berada di peringkat 52,2.
Baca Juga:
Proteksi Kendaraan dengan Asuransi Mobil, Begini Cara Membelinya di Roojai
Sesuai rilis IHS Markit, melesatnya PMI manufaktur Indonesia pada bulan kesepuluh tersebut merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah manufaktur Indonesia. Posisi PMI di atas 50 menandai bahwa sektor manufaktur sedang mengalami fase ekspansi.
“Kami yakin kondisi sektor manufaktur yang ekspansif dapat dipertahankan, bahkan meningkat, karena perusahaan industri sudah kembali memacu produktivitas. Hal ini juga diperkuat dengan kondisi kesehatan masyarakat yang makin kondusif,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (1/11/2021).
Capaian PMI manufaktur Indonesia pada Oktober tahun ini melampaui PMI sejumlah negara manufaktur dunia, di antaranya India (55,9), Vietnam (52,1), Jepang (53,2), Rusia (51,6), Tiongkok (50,6), dan Korea Selatan (50,2).
Baca Juga:
Membantah Mitos: 5 Cara Menjadi Pengusaha Sukses bagi Si Introvert
Menanggapi hasil PMI manufaktur Indonesia terkini, Jingyi Pan selaku Economics Associate Director IHS Markit mengatakan, PMI industri manufaktur di Indonesia mencapai catatan pertumbuhan paling cepat, seiring dengan perbaikan kondisi akibat pelonggaran lebih lanjut pada kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“Kenaikan permintaan dan output juga menunjukkan kepercayaan sektor manufaktur yang lebih baik, sebagaimana terlihat pada Future Export Index, aktivitas pembelian dan perekrutan perusahaan. Itu semua merupakan tanda-tanda positif kemajuan sektor manufaktur di Indonesia,” ungkapnya.
Menperin menyampaikan, performa gemilang sektor industri manufaktur ini merupakan hasil sinergi antara pemerintah dengan seluruh pemangku kepentingan terkait upaya pemulihan ekonomi.