WahanaNews.co | Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyebutkan para calon pelaku UMKM wajib diedukasi mengenai data pasti jumlah pasar yang dapat menyerap produknya.
LaNyalla melontarkan sarannya tersebut di Seminar Nasional UMKM Bangkit dengan tema “Ekonomi Tumbuh Komunitas UMKM Nagekeo Bangkit”.
Baca Juga:
ReJO Pro Gibran Ucapkan Selamat atas Terpilihnya Sultan Nadjamuddin jadi Ketua DPD RI
"Selama ini, pelaku UMKM terus didorong untuk produksi. Calon-calon pelaku UMKM juga diberi pelatihan untuk berani terjun sebagai pengusaha UMKM. Tetapi, sama sekali tidak ada data yang pasti dan riil tentang berapa jumlah pasar yang dapat menyerap produk mereka," ujar LaNyalla di seminar, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, Senin (31/5/2022) kemarin.
Ia mengatakan hukum ekonomi tidak bisa diabaikan begitu saja, karena apabila produksi banyak, sementara pasar tidak ada, maka yang terjadi adalah penurunan harga menyebabkan pelaku usaha itu akan gulung tikar.
"Ini juga kritik kepada pemerintah di daerah-daerah yang gencar membangun sentra-sentra lokasi untuk pedagang, tetapi tanpa ada data seluruh jumlah pemasaran di lokasi tersebut. Bahkan, pasar tidak didesain untuk datang ke sentra-sentra tersebut. Akibatnya, pelaku UMKM hanya mampu bertahan dalam hitungan bulan," katanya.
Baca Juga:
Waketum SAPMA Pemuda Pancasila Terpilih Jadi Pimpinan MPR RI Mewakili DPD, Ini Harapannya
Ia juga mengatakan resesi global akibat ketegangan antara Barat dan Rusia yang disokong China dapat memicu krisis ekonomi.
"Ketegangan tersebut memicu krisis karena berkurangnya pasokan, akibat embargo dan penghentian distribusi beberapa komoditas penting. Ini sudah menjadi masalah struktural ekonomi global yang tidak mudah menyelesaikannya. Karena sudah menyangkut politik perang," katanya.
Menurutnya, prinsip globalisasi yang dulu diperjuangkan semua negara agar terjadi kebebasan pasar tanpa intervensi negara, kini tidak lagi menjadi prinsip.
"Saat ini, ekonomi dan pasar ditentukan oleh kebijakan politik. Dalam ketegangan antara Barat dengan Rusia-China tersebut tentu Indonesia terdampak. Yang paling nyata adalah inflasi harga. Kenaikan harga akibat situasi ekonomi global akan kembali menghantam sektor industri karena menurunnya daya beli," katanya.
Dia menambahkan apabila pasar tidak mendukung pabrik terpaksa mengurangi produksinya akibat paling nyata adalah PHK kembali menghantui sektor industri.
"Hasil akhirnya, kemiskinan akan meningkat, karena kelas menengah menjadi turun kelas, bahkan bisa menjadi miskin. Sementara, orang-orang kaya akan sembunyi saja, sambil menikmati suku bunga bank yang tinggi," katanya.
LaNyalla menilai stimulus ekonomi untuk UMKM tidak bisa dilepas hanya karena status pandemi berubah menjadi endemi apalagi jika pemerintah terpaksa harus menaikkan sejumlah harga energi, seperti listrik, LPG dan BBM untuk industri maupun untuk kendaraan bermotor. [rin]